KPAI Sebut Sekolah Jual Seragam Bentuk Pelanggaran

FORUM KEADILAN – Komisioner Kluster Pendidikan KPAI, Aris Adi Leksono mengatakan sekolah yang melakukan tindakan pengadaan seragam merupakan sebuah pelanggaran.
Hal ini berdasarkan Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 tentang sekolah yang dilakukan melakukan penjualan seragam.
“Apalagi sampai di angka Rp2 juta, karena itu sebagai bentuk pelanggaran. Iya, karena aturan tersebut sudah jelas ada di Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022. Kemudian di dalam peraturan pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Penyelenggaran Pendidikan yaitu bahwa lembaga pendidikan itu dilarang untuk menjual seragam apapun itu bahannya,” katanya saat dihubungi Forum Keadilan, Kamis 27/7/2023.
Kata Aris, jika ada sekolah yang melakukan tindakan yang mengharuskan orang tua membeli seragam sekolah itu merupakan pelanggaran karena biaya tersebut telah ditanggung oleh dana BOS.
“Yang pertama perlu kami tegaskan kalau sampai muncul harga dan seterusnya, itu dilarang. Sudah jelas ada larangannya. Apalagi tentu larangan itu ada dasaran, agar orangtua siswa tidak terlalu terbebani dengan biaya pendidikan atau hal-hal pokok di dalam biaya pendidikan menyangkut layanan di satuan pendidikan yang sebenarnya sudah terakomodasi dalam bantuan BOS,” jelasnya.
Ia melanjutkan, karena sudah diakomodir oleh bantuan dana BOS maka sekolah tidak perlu lagi mencari untung dengan menjual seragam kepada siswa.
Aris menerangkan, di sekolah swasta memang diperbolehkan melakukan pengadaan seragam tersebut.
Meskipun begitu, KPAI tetap mengimbau agar sekolah swasta lebih memberikan peluang kepada masyarakat agar tidak terlalu dibebani,
“Kalau di sekolah negeri tidak ada karena sudah ada BOS dan bantuan. Kalau di swasta, boleh, karena memang itu bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaran pendidikan. Meskipun di swasta boleh, KPAI juga mengimbau lebih mengutamakan bagaimana kemudian membuka peluang partisipasi masyarakat dalam hal akses pendidikan. Jangan sampai mereka terbebani akhirnya tidak sekolah. Kalaupun di swasta ada kami berharap yang wajar-wajar saja yang standar ada pasar tidak terlalu mahal. Itu untuk sekolah ya di garis bawahi. Untuk negeri tentunya tidak sama sekali untuk membuka peluang jualan seragam di sekolah,” tegasnya.
Dalam menangani permasalahan uang seragam ini, Aris menuturkan Ditjen Kemendikbud yang harus bertanggungjawab mengawasi regulasi tersebut. Karena lembaga tersebut memiliki wewenang menertibkan sekolah-sekolah yang ‘masih’ bandel dengan menjual seragam sekolah.
“Ditjen mengawasi deklarasi tersebut. Ditjen Kemendikbud. Dia punya wewenang untuk kemudian menertibkan itu. Kemudian, agar ditindaklanjuti dengan mendisiplikan satuan-satuan pendidikan yang memindahkan norma-norma dan justru akan memberatkan orangtua yang terindikasi bagaimana anak akan mendapatkan pendidikannya,” tutupnya.
Sebelumnya, sejumlah sekolah SMA di Tulungagung Provinsi Jawa Timur dikeluhkan masyarakat karena harga seragam sekolah yang mahal mencapai Rp2,3 juta per siswa.
Tak hanya mahal, seragam yang diberikan sekolah pun masih ada yang berupa kain dan perlu dibawa ke tukang jahit untuk menyesuaikan dengan ukuran badan siswa.*
Laporan Merinda Faradianti