Biaya Seragam Tak Rasional, Pengamat Sebut Komersialisasi Pendidikan

Ilustrasi pelajar SMA`
Ilustrasi pelajar SMA | Ist

FORUM KEADILAN – Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Dr Ida Ruwaida Noor mengatakan ada pihak yang mengomersilkan pendidikan. Sehingga banyak masyarakat merasa terbebani dengan biaya pendidikan seperti uang baju, bangku, serta pembangunan.

“Persoalannya sebagian kalangan masih melihat pendidikan sebagai komoditi sehingga terjadi komersialisasi. Tujuan kebijakan membebaskan biaya pendidikan adalah agar terjadi pemerataan akses pendidikan. Karena, wujud kebijakan yang inklusif, dalam rangka memenuhi salah satu hak dasar,” katanya saat dihubungi Forum Keadilan, Kamis 27/7/2023.

Bacaan Lainnya

Ida melanjutkan, pendidikan menjadi salah satu indeks pembangunan manusia selain ekonomi dan kesehatan. Sehingga, memberikan pendidikan yang layak kepada masyarakat merupakan sebuah keharusan.

“Padahal merujuk amanah konstitusi, negara wajib mencerdaskan bangsa. Bisa diakses oleh semua kalangan tanpa terkecuali atau lintas strata/kelas yang dalam bahasa SDGs (agenda pembangunan dunia yang bertujuan untuk kesejahteraan manusia secara global) disebut no left behind,” sambungnya.

Katanya, tindakan komersil terhadap biaya pendidikan tersebut sudah lama terjadi. Bahkan, Ida menyebut beberapa tahun lalu sempat terjadi kastanisasi pendidikan di sekolah-sekolah negeri.

“Sudah lama terjadi komersialisasi pendidikan, di berbagai aspek termasuk buku, seragam, les-les, dan lainnya. Bahkan beberapa tahun lalu, sempat ada indikasi terjadi kastanisasi pendidikan pada sekolah-sekolah negeri dengan adanya sekolah standard nasional dan standard internasional,” ungkapnya.

Menurut Ida, sekolah negeri harus menyinkronkan beberapa kebijakan lokal dengan pemerataan akses. Tak hanya itu, komite sekolah juga harus memperhatikan serta menjamin pemerataan akses tersebut.

“Peran komite sekolah seharusnya bisa mengontrol dan menjamin pemerataan akses tersebut. Termasuk memastikan siswa-siswa dari kelompok rentan, marjinal, bisa dilindungi dan dipenuhi hak-haknya. Namun di beberapa kasus justru pihak sekolah melakukan tekanan pada siswa dan orang tua.Bahkan mendiskreditkan dan ada yang berdampak pada kondisi kesehatan mental (psiko-sosial) siswa,” jelasnya.

Ida berpendapat dinas pendidikan menjadi pihak yang harus bertanggungjawab terhadap permasalahan ini. Karena beberapa fakta yang ditemukan di lapangan, kebijakan biaya pendidikan di sekolah negeri seakan memberatkan masyarakat.

“Fungsi kontrol tentunya pada Dinas Pendidikan dan forum atau masyarakat pendidikan yang terdiri dari berbagai stakeholders. Untuk sekolah, komite sekolah yang seharusnya bisa menjadi lembaga kontrol yang bisa mewakili berbagai kepentingan orang tua. Bukan hal aneh, antara kebijakan dan implementasi tidak sinkron, tidak hanya pada pendidikan,” tutupnya.

Sebelumnya, sejumlah sekolah SMA di Tulungagung Provinsi Jawa Timur dikeluhkan masyarakat karena harga seragam sekolah yang mahal mencapai Rp2,3 juta per siswa.

Tak hanya mahal, seragam yang diberikan sekolah pun masih ada yang berupa kain dan perlu dibawa ke tukang jahit untuk menyesuaikan dengan ukuran badan siswa.*

 

Laporan Merinda Faradianti

Pos terkait