Curhat Orangtua Putrinya Ditolak Sistem Zonasi PPDB, KPAI Buka Suara

Siswa sedang ujian. | Ist
Siswa sedang ujian. | Ist

FORUM KEADILAN Sistem zonasi PPDB masih banyak menuai masalah bagi para calon siswa dan orang tua.

Seperti yang terjadi pada MF, siswa yang mendaftar SD di Kelurahan Kedaung, Cengkareng, Jakarta Barat. Ibunda MF, Ratunnisa menceritakan anaknya tak lolos sistem zonasi lantaran usianya kalah saing dengan pendaftar lain yang usianya lebih tua.

Bacaan Lainnya

Pada saat mendaftar, umur MF 7 tahun 5 bulan lebih sepuluh hari. Sedangkan mayoritas usia yang diterima di SD yang dituju berusia 9 tahun. Padahal sekolah yang dituju tak jauh dari rumahnya.

“Jaraknya tidak sampai 40 meter kok melalui pintu samping, ucapnya ketika dihubungi Forum Keadilan, Selasa, 18/7/2023.”

Ratu mengirimkan rekaman video jarak dari rumahnya ke sekolah tersebut. Berdasarkan video tersebut, tembok sekolah terlihat jelas dan tidak terlalu jauh dari rumahnya.

Ibu dengan empat anak ini sangat kecewa karena putri ketiganya tidak lolos masuk ke sekolah negeri. Padahal dua anaknya sebelumnya bersekolah di sana.

Dalam pengakuannya, dia menyebut sekolah dasar tersebut memiliki kuota 70 orang melalui jalur zonasi. Menurutnya dari 70 orang tersebut, hanya 10 orang yang berasal dari Kedaung Kaliangke yang diterima dengan catatan usia 9 tahun 10 bulan.

“Sisanya sebanyak 60 kuota berasal dari kelurahan Kapuk,” ujarnya.

Hal ini membuatnya kesal lantaran warga asli Kedaung Kaliangke dengan usia yang memenuhi kualifikasi justru tidak diprioritaskan.

“Kami yang asli sebagai warga Rt12/07 Kedaung Kaliangke, justru tidak tertampung atau terseleksi dengan sistem online ini,” imbuhnya.

Hampir semua langkah sudah ditempuhnya, mulai dari meminta keterangan kepada Ketua RT, Lurah juga ke posko pengaduan di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Barat yang terletak di SMA 33 Cengkareng. Namun, tidak satupun jawaban memberikan solusi yang baik.

“Saya butuh jawaban yang pasti, kalau memang dinas yang memutuskan wilayah zonasi, tolong dijawab,”

Saat mendatangi posko pengaduan, jawaban yang diterima hanya sebatas template belaka.

“Itu kan sistem otomatis online, Bu, kalau kita hanya nunggu. Semua yang mengendalikan ada di pusat,” ujar salah satu petugas kepada Ratunnisa.

Pihaknya bahkan sudah mengirim surat ke Plt Gubernur DKI Jakarta, tapi sampai saat ini surat tersebut belum dibalas.

Selain mengirim surat, dirinya juga menyebut pernah melakukan aksi demonstrasi di samping tembok sekolah pada 12 Juli 2023.

“Saya akhirnya bikin surat izin mau demo, kalau memang mau dipenjara, biar dipenjara sekalian, ucapnya”

Melalui aksi tersebut menghasilkan pertemuan dengan perwakilan Suku Dinas Pendidikan, Sunardi, Kepala Satuan Pelaksana (Kasatlak) Pendidikan Kecamatan Cengkarang, Mali, Kepala Sekolah beserta Staff SD, Ketua RW 007 dan Ketua RT 12/007.

Pada pertemuan tersebut solusi yang ditawarkan ialah mendorongnya untuk mendaftarkan anaknya ke SD lain, yaitu di SD 013 Kapuk.

“Masuk dulu ke SD lain, nanti setelah 6 bulan atau 1 tahun kalu sudah ada kursi kosong akan dipindahkan,” ucapnya menirukan.

Ada dua alasan yang membuatnya menolak, pertama jarak dari rumahnya ke SDN 013 Kapuk cukup jauh. Alasan pertama, menurutnya ini adalah bentuk pengalihan agar dirinya tak meneruskan upaya mengkritisi sistem zonasi. Sedangkan alasan kedua berkaitan dengan keamanan dan keselamatan putrinya.

“Kalau sekolah di sana, jaraknya jauh, misalkan masuk siang, yang mau nganter siapa, emangnya kita orang kaya naik ojek pulang- pergi. Emang kita gak kerja pergi siang pulang sore. Terus yang mau jamin keselamatan dan keamanan anak saya siapa,” ucapnya

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Aris Adi Leksono buka suara terkait polemik PPDB yang menimpa seorang ibu di bilangan Jakarta Barat.

Terkait polemik tersebut, Aris sudah terjun ke lapangan dan meminta keterangan dari pihak sekolah.

“Salah satu dari kelemahan yang saya dapatkan, sebenarnya zonasi SD itu apa patokannya, apakah RT/RW kah, apakah basis kelurahan kah,” ujarnya saat dihubungi Forum Keadilan, Selasa, 18/7/2023.

Menurutnya permasalahan yang selama ini terjadi karena sosialisasi yang dilakukan suku dinas sebatas formalitas sehingga masyarakat sulit mendapatkan informasi yang lengkap.

“Ini tidak tersampaikan dengan baik ke masyarakat, sosialisasi sebatas formalitas. Benar tidak pesan sosialisasi itu sampai ke masyarakat, itu tidak pernah di ukur oleh suku dinasnya,” imbuhnya.

Akhirnya masyarakat berasumsi kalau rumahnya dekat pasti diterima. Padahal itu belum tentu, ujarnya, apalagi di dalam sistem zonasi masih ada penentuan yang memperhitungkan umur.

Salah satu rekomendasi KPAI terkait polemik yang terjadi soal sistem PPDB perlu evaluasi

“Ini masih relevan atau tidak dengan kebutuhan masyarakat atau tidak. Jika tidak relevan tentu ada perbaikan dalam sistem tersebut. Misalkan masih relevan perlu dikaji pada persoalan teknik bagaimana mengimplementasikan sistem terutama di setiap kantor itu,” ucapnya.

Ketika ditanyai terkait adanya diskriminasi pada sistem ini, dirinya berpendapat bahwa harus melihat secara objektif.

“Jadi kalau ini disebut diskriminasi atau tidak bagi yang tergeser pasti memaknai ini diskriminasi. Karena doktrinnya setiap anak punya peluang yang sama untuk mendapatkan pelayanan pendidikan dari satuan pendidikan,” ucapnya.

“Tapi tentu kita juga harus objektif melihat dari perspektif psikologi. Bahwa umur juga memperhatikan ketika bicara soal kelayakan atau kepatutan orang belajar sesuai dengan perkembangan tumbuh kembang bertumbuh dengan baik,” lanjutnya.

Dia juga memberi catatan kepada pemerintah, umur mereka (murid) yang sudah tua untuk jenjang berikutnya seperti apa. Dalam konteks itu perlu dicermati penentuan batas umur. Menurutnya. ini salah satu yang mesti dikaji dalam sistem PPDB ke depan.*

 

Laporan Syahrul Baihaqi