Realita Penyiksaan Di Balik Proses Penegakan Hukum

Project Manager Lembaga Bantuan Hukum Padang, Diki Rafiqi menyoroti masih adanya penyiksaan dilakukan Polri dalam proses penegakan hukum. | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan

Forum Keadilan – Diki Rafiqi, Project Manager Lembaga Bantuan Hukum Padang menilai Polisi harus meminimalisir pendekatan persekusi dan penyiksaan dalam proses penegakkan hukum.

Diki mengingatkan perintah Kapolri Jenderal Listyo Sigit kepada seluruh jajaran polri bersikap humanis bukan sekedar slogan melainkan diwujudnyatakan dalam tugas sebagai pelayan, pengayom, dan pelindung masyarakat.

Bacaan Lainnya

Hal ini terkait rilis Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang mencatat 622 peristiwa kekerasan yang melibatkan anggota Polri dalam kurun satu tahun terakhir.

“Wajah polisi harus humanis dan melakukan penegakan hukum sesuai dengan aturan hukum, bukan dengan hukum sesuka-sukanya,” ucap Diki kepada Forum Keadilan di Kantor YLBHI, Rabu, 5/7/23.

Ia mengingatkan, polisi dalam menangkap pelaku kejahatan jangan sampai di waktu yang sama bertindak menjadi penjahat.

“Meskipun sudah dihukum atau sudah dipidana, polisi memiliki kewajiban untuk melindungi hak asasi penjahat,” tegasnya.

Menurutnya, kepolisian harus benar-benar membenahi persoalan pendekatan persekusi maupun penyiksaan yang selama ini sudah terstigma di tubuh institusi Polri.

“Polisi di awal harus dilatih (pendidikan) hak asasi manusianya. Bukan saat bertugas dan ada kejadiaan penyiksaan baru belajar. Jangan terlalu naif lah,” terangnya.

Diki lebih jauh menyoroti kasus penyiksaan sesungguhnya masih terus berulang. Dia menyebut ada tiga alasan utama, mulai dari persoalan struktural, kultural, hingga aturan hukum yang belum memadai.

“Pertama, ada persoalan di struktural. Penyiksaan dianggap paling mudah untuk mengungkap atau menyelesaikan sebuah kasus. Kerja-kerja dalam penyelidikan cepat diselesaikan.”

Hal inilah kemudian menciptakan budaya kerja polri yang akhirnya mendarah daging. Terlebih sanksi terhadap oknum pelanggar HAM tidak memberi efek jera pada pelaku.

“Meskipun sudah 25 tahun kita meratifikasi CAT (Konvensi Anti Penyiksaan), Kita belum meratifikasi OPCAT (Protokol Tambahan untuk Konvensi Anti Penyiksaan),” ungkapnya.

Begitu ula KUHP dan Peraturan Kapolri No 8/2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri belum cukup untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM.

 

Laporan: Syahrul Baihaqi

Pos terkait