Kata NasDem dan PPP soal Masa Jabatan Ketum Parpol Digugat

Suasana MK jelang putusan pemilu
Suasana MK jelang putusan pemilu | Merinda Faradianti/forumkeadilan.com

FORUM KEADILAN – Seorang warga Nias Eliadi Hulu dan warga Yogyakarta Saiful Salim menggugat Undang-Undang Partai Politik (Parpol) ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan meminta jabatan ketua umum (ketum) parpol cukup dua periode. Partai Nasional Demokrat (NasDem) dan Partai Persatuan Pembangunan (PP) berkomentar.

Bendahara Umum (Bendum) NasDem Ahmad Sahroni menyebut, sah-sah saja jika ada warga yang menggugat hal tersebut, namun dia berharap MK teliti.

Bacaan Lainnya

“Sah-sah saja warga negara menggugat hal tersebut, tinggal menunggu keputusan MK kedepannya. Saya harap MK lebih teliti tentang hal tersebut,” kata Sahroni kepada wartawan, dikutip, Senin, 26/6/2023.

Menurut Sahroni, suara ketum parpol berasal dari suara para ketua wilayah di daerah.

“Bilamana para ketua wilayah masih menginginkan ketum parpol terus memimpin itu sah-sah saja. Sekalipun mau beberapa periode,” imbuh Sahroni.

“Tidak ada aturan yang melanggar hal tersebut kan AD/ART masing-masing partai semua punya aturan masing-masing,” lanjutnya.

Senada dengan Sahroni, Wakil Ketua Umum PPP Arsul Sani juga mengatakan sah-sah saja jika ada warga yang menggugat UU Parpol tersebut, dan bukan sebuah masalah.

“Bagi PPP sendiri substansi uji materi oleh Pemohon itu bukan sebuah masalah, karena AD/ART PPP sudah lama mengatur bahwa seseorang hanya dapat menjabat Ketum PPP selama dua periode, yang mana setiap periodenya maksimal lima tahun,” kata dia kepada wartawan.

Meski begitu, Arsul menilai tidak pas bila MK ikut campur mengatur masa jabatan ketum parpol. Pasalnya, kata dia, setiap parpol mempunyai aturan sendiri.

“Soal berapa kali ketum sebuah parpol akan bisa menjabat adalah open legal policy atau kebijakan yang terbuka sesuai dengan kesepakatan atau keputusan dari forum permusyawaratan parpol yang bersangkutan, karenanya dalam UU Parpol pun maka pembentuk UU tidak mau ikut campur dengan mengaturnya. Itu merupakan ‘kontrak’ di antara para pemangku kepentingan di parpol masing-masing yang juga dijamin oleh UUD NRI tahun 1945 sebagai bentuk dari kebebasan berserikat atau berorganisasi,” ujar Arsul.

“Nah kalau pembentuk UU saja tidak ikut campur, maka tidak pas kalau MK juga turut campur mengatur soal berapa periode orang jadi ketum parpol,” tegas Arsul.*