Ancaman PHK Gelombang Ketiga, Partai Buruh Usulkan 3 Hal Ini 

Said Iqbal, Presiden Partai Buruh
Said Iqbal, Presiden Partai Buruh | Novia Suhari/forumkeadilan.com

FORUM KEADILAN – Buruh pabrik Indonesia terancam Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) gelombang ketiga besar-besaran

Mencegah hal itu, Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengusulkan beberapa hal yang harus dilakukan oleh pemerintah.

Bacaan Lainnya

Menurut Said Iqbal, gelombang PHK yang pertama terjadi pasca covid yang terjadi akibat dampak Covid-19. Saat itu ekonomi turun, sehingga berdampak pada terjadinya PHK besar-besaran.

“Hampir seratus ribu buruh yang ter-PHK di gelombang pertama. Terutama di industri labour intensif atau padat karya, seperti tekstil, sepatu, makanan minuman, dan industri yang terkait dengan digital ekonomi,” katanya dalam keterangan tertulis, Minggu, 25/6/2023.

Sedangkan PHK gelombang kedua, kata Said Iqbal, terjadi baru-baru ini. Di mana berdasarkan data Litbang KSPI dan Partai Buruh, angkanya hampir mendekati 70 ribu buruh ter-PHK di gelombang kedua. Penyebabnya masih terkait dengan dampak lanjutan dari Covid.

“Industri yang terdampak adalah tekstil, garment, sepatu. Terjadi karena pasar di Australia, Amerika, dan negara-negara tujuan ekspor daya belinya turun sehingga untuk membeli barang-barang ber-merk yang diproduksi di Indonesia penjualannya menurun, karena penjualan menurun, maka bayer yang memproduksi sepatu tersebut akhirnya menurunkan oder. Ketika order turun, dampaknya adalah terjadi PHK,” ungkapnya.

Sedangkan saat ini, buruh sedang dihantui ancaman PHK gelombang ketiga. Setidaknya ada tiga hal yang menjadi penyebab terjadinya PHK gelombang ketiga.

Penyebab pertama, daya beli yang masih belum pulih di tempat penjualan barang tekstil, garment, sepatu, makanan, dan minuman. Sebab daya beli belum membaik, perusahaan yang menerima oder semakin menurunkan produksinya.

Penyebab kedua adalah membanjirnya barang impor yang menggerus pasar domestik. Pabrik tekstil, garmen, sepatu yang seharusnya bisa mengisi di pasaran domestik akhirnya kalah bersaing dengan produk impor. Apalagi di Indonesia daya saingnya tinggi akibat adanya over head cost dan masih banyak pungli.

Penyebab ketiga adalah upah buruh yang dipotong oleh Peraturannya Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 5 tahun 2023. Tujuan Permenaker untuk menghindari terjadinya PHK, tetapi faktanya perusahaan tetap melakukan PHK.

“Tidak ada hubungan antara PHK dengan upah. PHK terjadi kaitannya dengan order. Justru yang terjadi, pemotongan upah akhirnya menurunkan daya beli, yang berdampak konsumsi turun. Pertumbuhan ekonomi yang turun tidak menarik bagi perusahaan yang memberikan order,” paparnya.

“Untuk itu, Partai Buruh dan KSPI meminta perintah bersungguh-sungguh melakukan langkah-langkah untuk menghindari PHK gelombang ketiga, karena potensinya ada puluhan ribu,” lanjutnya.

3 Saran Partai Buruh untuk Cegah PHK

Sebagai partai yang menjunjung tinggi buruh, Said Iqbal menawarkan beberapa usulan konkret untuk mencegah PHK.

Pertama, kurangi impor pakaian jadi dan sepatu dari Cina. Saat ini pasar domestik diserbu barang impor. Padahal pasar domestik bisa diisi oleh industri dalam negeri, sehingga perusahaan tidak melakukan PHK karena masih tetap bisa berproduksi untuk memenuhi pasar dalam negeri.

“Setop atau setidaknya kurangi impor, supaya produsen sepatu, makanan, minuman, tekstil, garment, sepatu supaya bisa mengisi pasar domestik,” ujar Said Iqbal.

“Yang di setop adalah impor barang jadi, bukan malah pakaian bekas yang disetop. Impor barang bekas hanya sedikit,” sambungnya.

Kedua, cabut Permenaker No 5 tahun 2023 yang memperbolehkan potong upah 25 persen karena tidak ada kolerasinya. Faktanya, sudah ada Permenaker pun puluhan ribu buruh ter-PHK.

“Harapannya, bilamana tidak ada pemotongan upah, maka daya beli buruh naik. Daya beli buruh naik, akan mengisi pasar domestik lagi,” katanya.

Ketiga, pemerintah harus memastikan insentif yang diberikan kepada perusahaan labour intensif tersampaikan dengan baik dan tepat sasaran. Misalnya pemberian insentif pajak, insentif bunga bank, listrik industri, dan sebagainya. *

Laporan Novia Suhari 

Pos terkait