KPK Bukan Alat Pemukul Penguasa

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga sudah menjadi alat politik dalam menjalankan tugas menindak para pelaku tindak pidana korupsi.
Menanggapi dugaan itu, Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Prof R. Siti Zuhro mengingatkan KPK sepatutnya bekerja profesional.
“Sesuai dengan namanya, KPK memiliki tugas dan fungsi untuk memberantas korupsi. Bahkan KPK juga dimintakan untuk ikut mencegah perbuatan korupsi di Indonesia yang sudah masuk ke level bencana korupsi. Sebagai pemberantas korupsi, KPK sepatutnya bekerja profesional,” kata Siti Zuhro kepada Forum Keadilan, Jumat, 16/6/2023.
“Apalagi KPK ini didirikan sebagai hasil Gerakan Reformasi 1998 yang semangatnya adalah untuk memberantas KKN. Semangat ini yang harus senantiasa dijaga dan menjadi komitmen KPK,” tambahnya.
Siti Zuhro menyebut, jika benar KPK menjadi alat politik, maka lembaga antirasuah itu gagal menjaga komitmen mereka. Hal itu, kata dia, akan menyebabkan KPK tidak dipercaya publik.
“Lebih-lebih lagi saat menyongsong pemilu serentak 2024 sekarang ini, kecenderungan institusi untuk ditarik-tarik ke politik cukup besar, karena itu, selain lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif yang kerap disorot secara tajam ikhwal profesionalitas dan netralitasnya, KPK belakangan ini juga mendapatkan perhatian serius dari publik terkait netralitas dan profesionalitasnya,” jelasnya panjang lebar.
Siti Zuhro tak memungkiri operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK sering kali dikait-kaitkan dengan kepentingan politik atau kompetisi politik menyongsong Pemilu 2024.
Oleh karenanya, kata Siti Zuhro, KPK tak boleh menjadi representasi kekuatan politik tertentu atau penguasa. Sebab hal ini akan membuat KPK tidak netral dan tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya.
“Mengincar calon yang akan di-OTT berdasarkan kepentingan politik, tentunya akan mudah terbaca publik. KPK bisa saja melakukan hal tersebut, tapi publik akan tidak percaya lagi pada integritas KPK. Bagi suatu institusi, adanya ketidakpercayaan publik itu adalah malapetaka bagi dirinya. Public trust itu mahal dan merupakan hal yang mewah,” tandas Peneliti Ahli Utama Ahli Utama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu.
Sementara Komunikolog Indonesia Emrus Sihombing menyebut, dirinya tak melihat KPK sebagai alat politik.
Menurut Emrus, KPK justru bekerja secara profesional dan objektif yang berdasarkan hukum.
“Saya tidak melihat KPK menyasar sosok tertentu. Tetapi memproses bagi siapa pun yang diduga kuat melakukan tindak pidana korupsi dengan minimal dua alat bukti yang berlandaskan hukum,” tuturnya kepada Forum Keadilan.
Sebelumnya, Pakar Hukum sekaligus mantan Wamenkumham Denny Indrayana menuding KPK sebagai alat politik.
Dia menyebut, KPK tengah menargetkan menteri kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk dijadikan tersangka.
Penetapan itu, kata Denny, tak lain adalah bagian dari kepentingan politik dalam upaya mengganggu Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Ucapan Denny itu mengacu pada Menteri Pertanian (Mentan) sekaligus kader NasDem Syahrul Yasin Limpo. NasDem diketahui merupakan salah satu partai yang tergabung di KPP.
“Yang ditarget menjadi tersangka lagi-lagi adalah lawan oposisi. Seorang menteri dengan inisial S*L. Tujuannya jelas, mengganggu koalisi KPP, dan menjegal pencapresan Anies Baswedan,” kata Denny Indrayana dalam keterangan tertulis, Rabu, 14/6.
KPK diketahui tengah melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi di Kementerian Pertanian.
Mentan Syahrul Yasin Limpo pun sudah dijadwalkan untuk memberikan keterangan terkait penyelidikan tersebut.*