Puan Minta KPU Segera Revisi Aturan yang Ancam Keterwakilan Perempuan di Parlemen

Ketua DPR RI Puan Maharani. | Ist
Ketua DPR RI Puan Maharani. | Ist

FORUM KEADILAN – Ketua DPR Puan Maharani mendorong Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk segera merevisi aturan yang mengancam keterwakilan perempuan di parlemen.

Sebelumnya, Pasal 8 Ayat (2) Peraturan KPU (PKPU) No. 10/2023 menuai polemik. Aturan tersebut dapat membuat keterwakilan perempuan sebagai calon legislatif (caleg) menjadi di bawah 30 persen karena dilakukan pembulatan desimal ke bawah—bukan ke atas.

Bacaan Lainnya

“Anggota DPR perempuan punya perananan penting memperjuangkan perempuan, ibu, dan anak, karena memperjuangkan kaumnya sendiri. Jadi  aturan pemilu harus mendukung peningkatan keterwakilan perempuan di parlemen, bukan malah sebaliknya,” kata Puan dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat, 26/5/2023.

Apalagi, kata dia, beleid itu berbeda dengan PKPU serupa pada Pemilu 2019. Dalam Pasal 6 ayat (2) PKPU  No. 20/2018 mengatur apabila dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal caleg perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan, maka dilakukan pembulatan ke atas.

“Jangan sampai mundur lagi karena aturan yang mungkin maksudnya mempermudah proses penghitungan, tapi justru merugikan kalangan perempuan,” ucap politisi PDI Perjuangan (PDIP) itu.

Puan menegaskan, aturan pemilu seharusnya mendukung peningkatan eksistensi perempuan, dalam kasus ini di parlemen. Menurutnya, sudah terbukti kepemimpinan perempuan banyak membawa manfaat bagi kesejahteraan rakyat.

Dia mencontohkan keberhasilan pengesahan UU No 12/2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang banyak diperjuangkan kalangan perempuan.

Saat ini, lanjutnya, juga banyak produk legislasi yang sedang digodok DPR untuk mendukung peran perempuan seperti RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA). “Sekarang juga banyak anggota perempuan DPR RI yang menempati posisi pimpinan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Banyak perempuan Indonesia juga sudah berhasil menjadi kepala daerah, atau pemangku kebijakan,” ujar Puan.

Oleh karena itu, Puan mendorong keterlibatan perempuan yang lebih banyak dalam kancah politik. Dengan begitu, mereka akan memberi perspektif ketika menjadi pemangku kebijakan.

“Keterwakilan perempuan di bidang politik, termasuk parlemen, adalah amanat konstitusi kita. Perjuangan perempuan di politik tidak mudah karena lawannya mayoritas adalah laki-laki. Jangan semakin dipersulit dengan aturan yang tidak pro terhadap perempuan,” tambah Puan.

Tak Kunjung Direvisi Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil yang menamai diri Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan menggugat KPU karena Pasal 8 Ayat (2) PKPU No. 10/2023 dianggap bertentangan dengan semangat keterwakilan perempuan 30 persen yang diatur dalam UU No. 7/2017 (UU Pemilu).

Pada 10 Mei 2023, KPU sudah menyatakan akan merevisi beleid yang dianggap bermasalah itu. Ketua KPU Hasyim Asy’ari menjelaskan pihaknya dan penyelenggara pemilu lainnya, Bawaslu dan DKPP, sudah melakukan rapat tripartit untuk merespons masukan Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan.

“Kami sepakat untuk dilakukan sejumlah perubahan dalam PKPU 10/2023 terutama yang berkaitan dengan cara penghitungan 30 persen jumlah bakal anggota DPR, DPRD provinsi, kabupaten/kota perempuan di setiap dapil [daerah pemilihan],” jelas Hasyim saat memberikan keterangan pers di Kantor KPU, Jakarta Pusat, Rabu, 10/5.

Dia menjelaskan, akan ada penyederhanaan dalam Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023. Sebelumnya, beleid itu menyatakan: Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan maka apabila dia tempat desimal di belakang koma bernilai: A. Kurang dari 50, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah; atau B. 50 atau lebih, hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke atas.

Kemudian, akan dilakukan perubahan menjadi: Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap dapil menghasilkan angka pecahan dilakukan pembulatan ke atas. Meski demikian, dalam rapat dengar pendapat pada 17 Mei 2023, Komisi II DPR meminta KPU tak melakukan revisi aturan itu karena sudah di tengah-tengah tahapan pendaftaran bakal caleg untuk Pemilu 2024. Hingga kini, janji KPU untuk memperbaiki Pasal 8 ayat (2) PKPU 10/2023 belum ditepati.*