FORUM KEADILAN – Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Profesor Hendrawan Supratikno mendorong Menteri Keuangan Sri Mulyani bersikap dan berlaku adil dalam mensikapi dugaan pelanggaran yang dilakukan oknum jajarannya.
Hal ini disampaikan Hendrawan terkait adanya kesan beda perlakuan yang ditunjukkan Kementerian Keuangan seputar pelanggaran yang dilakukan oleh mantan Kepala Kantor Wilayah Bea Cukai Makassar Andhi Pramono dengan mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta, Eko Dharmanto serta mantan pejabat Ditjen Pajak Rafael Alun Trisambodo.
Perbedaan itu terlihat dari sikap Kemenkeu yang begitu reaktif dan cepat mengambil keputusan maupun sanksi pencopotan dan atau pemberhentian yang dikenakan kepada Eko Dharmanto dan Rafael Alun Trisambodo tanpa menunggu proses hukum.
Di sisi lain, Kemenkeu baru melakukan pencopotan terhadap Andhi Pramono setelah KPK mengumumkan yang bersangkutan sebagai tersangka dugaan gratifikasi.
Ada kesan Kemenkeu seolah wait and see atas sikap KPK, baru kemudian bertindak. Padahal Inspektorat Jenderal Kemenkeu telah rampung melakukan pemeriksaan terhadap Andhi Pramono.
Hal ini mengundang tanda tanya besar atas sikap Kemenkeu tersebut.
“Kita tidak boleh memperlakukan keistimewaan tertentu kepada orang-orang tertentu. Kita harus memperlakukan hukum seadil-adilnya,” sergah Hendrawan kepada Forum Keadilan, Selasa, 16/5/2023.
Meski demikian Hendrawan memandang ada faktor momentum atau kondisi tertentu yang melatarbelakangi perbedaan perlakuan tersebut.
“Kasus yang melibatkan aparat perpajakan tentu ditimbang oleh komite etik, oleh pasukan-pasukannya diberikan kepada Menteri (Keuangan) Sri Mulyani. Itu sebabnya dalam kasus Rafael misalnya, karena kasus ini, dimulai dengan penganiayaan yang kemudian viral kemudian muncul sentimen yang sangat negatif seakan-akan kekuasaan atau mereka yang kaya itu bisa semena-mena kepada orang lain,” tuturnya.
“Itu sebabnya saat itu moodnya ujaran kebencian, mood ketidakpercayaan bahwa ada kebiadaban terjadi di depan muka kita. Itu sebabnya Kementerian Keuangan mengambil langkah-langkah yang cepat,” imbuhnya.
Apalagi dalam pemeriksaan LHKPN Rafael Trisambodo kemudian ditemukan banyak kejanggalan yang tidak sinkron dengan profil maupun transaksi keuangan yang begitu besar. Sehingga kemudian menciptakan gulungan bola salju yang mengarah pada dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
“Jadi ini menurut saya kejadian yang luar biasa lah,” ujarnya.
Sedangkan dalam kasus yang lain, Hendrawan menilai terdapat perbedaan kadar terkait apa yang diputuskan oleh penyidik. Keputusan Menteri Keuangan menurutnya sangat tergantung dari masukan-masukan komite etik internal Kemenkeu.
Hendrawan mencontohkan perbedaan perlakuan antara Eko Dharmanto dan Andhi Pramono. Meski sama-sama Kepala Bea Cukai dan viral karena pamer harta, tapi menurut Hendrawan momentum kejadiannya berbeda.
Momentum tersebut kemudian memengaruhi gradasi dari perlakuan yang harus diambil.
“Kalau saat itu kan (momen Eko) periode di mana flexing itu mendominasi, ketika kita baru melihat kesemena-menaan aparat perpajakan kemudian hampir di saat yang sama muncul lagi Kepala Bea Cukai Jogja itu show all,” tutur Hendrawan.
Hendrawan berpendapat, kalau perbedaan tindakan antara Eko dan Andhi sama sekali bukan karena adanya perlakuan istimewa terhadap satu pihak tertentu.
“Saya yakin ibu Menteri Keuangan sejauh yang saya tahu selalu mengambil tindakan yang cukup prudent,” tutupnya.* (Tim FORUM KEADILAN)