FORUM KEADILAN – Sidang vonis kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J kembali digelar.
Hari ini, Selasa, 14/2/2023, giliran terdakwa Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal yang akan mendengar amar putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Kuat Ma’ruf dengan hukuman penjara delapan tahun.
Jaksa menyimpulkan tindakan Kuat Ma’ruf memenuhi unsur pidana dalam Pasal 340 KUHP karena turut serta dalam pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Hal yang memberatkan tuntutan ini, antara lain perbuatan Kuat Ma’ruf mengakibatkan hilangnya nyawa korban Brigadir J dan duka mendalam bagi keluarga korban.
Berbelit-belit dalam memberikan keterangan juga memberatkan Kuat Ma’ruf.
Sementara yang meringankan Kuat Ma’ruf karena dia hanya mengikuti kehendak jahat dari pelaku lain dalam pembunuhan berencana Brigadir J.
Jaksa juga mempertimbangkan Kuat Ma’ruf yang belum pernah dihukum dan berlaku sopan selama persidangan.
Sama seperti Kuat Ma’ruf, Ricky Rizal juga dituntut delapan tahun penjara oleh jaksa penuntut umum.
Ricky Rizal dikenakan pasal 340 KUHP Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dengan tuntutan bersalah merampas nyawa orang lain yang direncanakan terlebih dahulu.
Fakta-fakta di persidangan tidak ditemukannya hal-hal yang dapat membebaskan Ricky Rizal dari pertanggungjawaban pidana ataupun tidak ditemukan alasan-alasan pemaaf maupun alasan-alasan pembenar atas perbuatan Ricky Rizal.
Hal yang memberatkan tuntutan Ricky Rizal, yakni perbuatannya mengakibatkan nyawa Nofriansyah Yosua Hutabarat hilang dan menjadi duka mendalam bagi keluarga.
Terdakwa Ricky Rizal juga berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya di persidangan. Sebagai penegak hukum, seharusnya Ricky Rizal Wibowo tidak melakukan hal seperti itu dalam kehidupan sehari-hari.
Sementara yang meringankan tuntutan Ricky Rizal adalah posisinya sebagai tulang punggung keluarga dan masih memiliki anak-anak yang masih kecil, sehingga masih butuh bimbingan seorang ayah.
Lalu, apakah putusan majelis hakim lebih berat atau justru lebih ringan dari tuntutan jaksa?
Jika melihat dua terdakwa yang divonis terlebih dahulu, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, mendapat vonis lebih berat dari tuntutan.
Ferdy Sambo divonis dengan pidana mati, sementara jaksa menuntut dia dengan pidana penjara seumur hidup. Lalu istrinya, Putri Candrawathi, yang dituntut jaksa delapan tahun menjadi, mendapat vonis pidana 20 tahun penjara.
Salah satu hal yang memberatkan vonis Ferdy Sambo adalah kedudukannya sebagai aparat penegak hukum dan pejabat utama Polri yaitu Kadiv Propam Polri ketika melakukan pembunuhan tersebut.
Bripka Ricky Rizal juga diketahui merupakan aparat penegak hukum. Dia merupakan anggota kepolisian yang menjabat sebagai ajudan Ferdy Sambo. Hal itu memungkinkan Ricky Rizal mendapat vonis 20 tahun atau seumur hidup.
Berbeda dengan Kuat Ma’ruf yang merupakan seorang warga sipil. Dia merupakan asisten rumah tangga (ART) keluarga Ferdy Sambo dan juga merangkap sebagai sopir pribadi Putri Candrawathi.
Dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Kuat Ma’ruf terseret karena mendukung rencana pembunuhan Yosua.
Pada fakta persidangan, disebut Kuat Ma’ruf kala itu menutup pintu rumah dinas Ferdy Sambo untuk mencegah Yosua melarikan diri saat dieksekusi. Padahal, tugas menutup pintu rumah itu merupakan tugas ART bernama Diryanto alias Kodir.
Jika melihat fakta-fakta tersebut, vonis Kuat Ma’ruf kemungkinan sama dengan tuntutan jaksa, yakni delapan tahun penjara.*