FORUM KEADILAN – Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Sumaryanto menyatakan wafatnya mahasiswi angkatan 2020 berinisial NRF atau R belum tentu ada kaitannya dengan uang kuliah tunggal (UKT) karena R meninggal saat cuti kuliah.
“Almarhumah ini kan cuti dua semester. Belum tentu loh wafatnya karena mikir UKT. Karena dia posisi cuti kena hipertensi. Bahkan bayar yang semester dua itu dibantu oleh pimpinan akademik,” kata Sumaryanto saat dihubungi wartawan, Jumat, 13/1/2023.
Sumaryanto menyebut setelah pihaknya melakukan penelusuran, NRF telah mengajukan cuti dua semester.
Dalam kasus R, UKT yang harus dibayarkan yakni Rp3,14 juta yakni UKT golongan IV. R juga telah mengajukan permohonan penurunan UKT namun hanya turun satu golongan yakni UKT III sebesar Rp2,4 juta.
Sumaryanto mengklaim penurunan golongan UKT bisa dimungkinkan lebih dari satu tingkat.
“Jadi mahasiswa mengajukan penurunan dengan bukti-bukti yang relevan untuk penurunan. Kita kaji. Nah atas kajian kita bisa turun satu grid atau dua grid. Atau kalau memang ditemukan data yang valid bisa sampai ke Rp 500 per semester,” ujarnya.
“Kalau Rp 500 (ribu) saja masih keberatan bisa anak itu kita back up dengan dana dompet pendidikan atau bapak ibu asuh yang ada di UNY,” ujarnya.
Sebelumnya, kisah NRF atau R yang gagal membayar UKT yang terlalu tinggi hingga akhirnya tidak melanjutkan kuliah viral di media sosial Twitter. R bahkan harus mengubur mimpi untuk kuliah karena meninggal.
Kisah itu diutarakan oleh Rachmad Ganta Semendawai (24), salah satu kakak tingkat sekaligus teman almarhum NRF yang menceritakan getir dan perjuangan almarhum untuk bisa membayar UKT demi melanjutkan studi. Cerita itu juga telah diunggah di akun twitter pribadinya @rgantas.
Ganta, begitu lelaki itu disapa, menceritakan bahwa sejak awal kuliah, NRF telah dihadapkan pada nominal UKT yang tinggi. Padahal, NRF berasal dari keluarga tak mampu.
“Dia mahasiswa Angkatan 2020, terkendala masalah UKT, tidak bisa membayar UKT,” kata Ganta saat dihubungi wartawan, Kamis, 12/1/2023.
Dari cerita yang dia terima, almarhum juga mengalami kendala pembayaran UKT di semester selanjutnya. Walaupun almarhum telah mengajukan penurunan UKT. Namun, nominalnya tidak signifikan.
“Ini masih belum cukup. Ia hampir menyerah. Namun, di detik-detik terakhir bantuan pun datang. Ia menyebut ini sebagai ‘keajaiban’. Teman-teman, DPA, dan Kajur membantu patungan. Saya juga ikut membantu, walau tidak banyak,” bebernya.
Ganta menyebut NRF sudah berkali-kali mengajukan keringanan UKT ke rektorat. Namun terkendala birokrasi yang rumit serta alur yang tak jelas.*