Perketat Rekrut Hakim Hilangkan Stigma Markus di MA

Gedung Mahkamah Agung. (IST)
Gedung Mahkamah Agung. (IST)

FORUM KEADILANMahkamah Agung (MA) saat ini tengah berbenah untuk menghilangkan stigma markus (makelar kasus) di lembaga tersebut. Salah satu upaya MA, yakni dengan memperketat perekrutan hakim.

Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA) Bidang Non Yudisial, Sunarto, mengatakan pihaknya akan dimulai dengan menyoroti gaya hidup hakim. Setiap hakim yang gaya hidupnya tidak sebanding dengan gaji mereka maka akan ‘ditandai’.

Bacaan Lainnya

“Sekarang siapa pun yang bawa mobil mewah, dan pakai yang branded itu kita telusuri sampai ke rumahnya. Emang gajinya berapa? Sepatunya LV kita lihat. Lah gajinya Rp 15 juta pake LV, mobil mewah. Kita analisis sendiri, seperti dia datang ke kantor pakai baju branded, gajinya enggak imbang, kita datangi ke rumahnya,” ujar Sunarto kepada wartawan di Gedung MA, Jakarta Pusat, Jumat, 9/12/2022.

Baca juga:

Kejagung Ajukan Kasasi Vonis Bebas Purnawirawan TNI di Kasus HAM Berat Paniai

Demo di Patung Kuda, Buruh juga Tolak KUHP Baru 

Sunarto mengakui sulit menghilangkan stigma ‘markus’ di lembaganya. Meski begitu, dia mengatakan akan berusaha.

“Markusnya lebih pintar. Kita cari metode untuk mempersempit kerjanya markus. Tapi untuk menghilangkan markus, mohon maaf saya angkat tangan, nggak bisa. Tapi meminimalisir markus, insyaallah akan kita lakukan,” kara Sunarto.

Menurut dia, cara menekan ruang gerak ‘markus’ dengan cara memberhentikan sementara pelaku markus dari jabatannya. Setelah diberhentikan, semua perkara ditarik dan tidak diberikan perkara baru.

“Jadi yang sudah ditangkap, sudah kami berhentikan sementara. Dan yang begitu data informasi surat resmi ditetapkan tersangka, tarik semua perkaranya, tidak diberi perkara baru. Itu langkah kita,” tuturnya.

Dalam hal ini, kata Sunarto, MA menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komisi Yudisial (KY), dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dia mengatakan MA akan melakukan upaya pencegahan agar tidak kecolongan.

“Bahkan kita beterimakasih kalau ada yang mau bantu kita bersih bersih ya. Kita minta tolong KPK, KY, PPATK, orang-orang yang bermasalah masuk ke kita, kita kecolongan. Kita berusaha mencegah itu,” ujarnya.

Mafia Peradilan Masih Ada

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kasus hakim agung Gazalba Saleh sebagai tersangka kasus dugaan korupsi menjadi bukti mafia peradilan masih ada.

“Ini kan sebetulnya menegaskan masalah mafia peradilan itu masih ada dan belum dituntaskan juga sebagai bagian dari reformasi peradilan di MA. Karena ini meskipun baru kali ini ada hakim agung, sebelumnya ada Sekretaris MA Nurhadi yang sudah pernah diproses juga oleh KPK. Itu menunjukkan bahwa belum ada perubahan berarti, apalagi sekarang naik tingkat gitu ya tersangkanya menjadi hakim agung,” kata peneliti ICW Lalola Ester kepada wartawan, Senin, 14/11/2022.

Lalola mengatakan kasus yang menjerat Gazalba Saleh menjadi pekerjaan rumah (PR) besar untuk Mahkamah Agung (MA). Menurutnya, pimpinan MA harus melakukan bersih-bersih internal.

“Ya tentu miris, tapi ya ini harusnya jadi pecutlah buat Ketua MA melakukan bersih-bersih yang sebenarnya, melakukan reformasi birokrasi dan bersih-bersih yang sebetulnya di MA. Bisa jadi ini bukan yang pertama dan terakhir,” ucapnya.

Lalola kemudian bicara pengawasan terhadap para panitera dan pegawai MA yang diduga membantu hakim agung bermain perkara. Menurutnya, praktik suap pengurusan perkara terhadap Hakim Agung akan melalui panitera atau pegawai MA sebagai perantara.

MA Harus Berbenah

Desakan agar MA segera bebenah datang dari Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad setelah KPK menetapkan hakim agung Gazalba Saleh sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.

Dasco awalnya menyampaikan kapasitas DPR RI terhadap institusi MA. Dia menyebut DPR hanya sebatas mengawasi hakim agung, khususnya dalam fit and proper test.

“Saya pikir tugas DPR sudah jelas, termasuk bidang pengawasan. Dan di dalam bidang pengawasan itu juga termasuk pengawasan menyeluruh dan untuk hakim agung yang kebetulan di-fit and proper test di DPR,” kata Dasco di gedung MPR/DPR, Selasa, 15/11/2022.

Dasco menyampaikan hal maksimal yang bisa dilakukan DPR adalah mencabut fit and proper test para hakim agung. Dia menegaskan itu sudah dilakukan DPR.

“Tentunya hal paling maksimal dari bidang pengawasan yang dilakukan DPR adalah memberikan atau memutuskan mencabut rekomendasi fit and proper test dari yang bersangkutan dan ini kita sudah lakukan,” ucapnya.*

 

Pos terkait