Jumat, 17 Oktober 2025
Menu

Dibubarkan di Era Jokowi, MK Perintahkan Pembentukan Lembaga Pengawas Independen ASN

Redaksi
9 Hakim Konstitusi saat membacakan sejumlah putusan di Gedung MK, Kamis, 16/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
9 Hakim Konstitusi saat membacakan sejumlah putusan di Gedung MK, Kamis, 16/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan kepada pembentuk undang-undang membentuk lembaga pengawas independen untuk Aparatur Sipil Negara. Adapun sebelumnya terdapat Komisi ASN (KASN) yang dibubarkan pada kepemimpinan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) melalui revisi Undang-Undang (UU) Nomor 26 Tahun 2023 tentang ASN. Mahkamah memberi tenggat waktu hingga 2 tahun untuk pembentukan lembaga independen pengawas ASN.

Permohonan Nomor 121/PUU-XXII/2024 yang dimohonkan oleh Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), serta Indonesia Corruption Watch (ICW) dikabulkan sebagian oleh Mahkamah. Mereka menguji konstitusionalitas norma Pasal 26 ayat 2 huruf d dan Pasal 70 ayat 3 UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.

Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa Pasal 26 ayat 2 tentang ASN tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai, ‘penerapan pengawasan Sistem Merit, termasuk pengawasan terhadap penerapan asas, nilai dasar, kode etik dan kode perilaku Aparatur Sipil Negara yang dilakukan oleh suatu lembaga independen.’.

Namun, putusan ini tidak bulat karena terdapat 1 hakim konstitusi, yakni Anwar Usman yang memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion. Dirinya berpandangan bahwa alasan pemindahan tugas KASN ke PAN-RB merupakan open legal policy. Selain itu, persoalan netralitas ASN tidak memiliki hubungan langsung terhadap pengawasan, dan pembinaan ASN secara menyeluruh.

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai bahwa ASN merupakan wujud dari gagasan tentang negara hukum yang berorientasi pada pelayanan publik dan pengabdian kepada kepentingan umum. Di samping menjalankan fungsi administratif, MK menilai bahwa ASN harus menegakkan prinsip netralitas dan profesionalitas dalam penyelenggaraan pemerintahan.

“Dalam konteks dimaksud, keberadaan ASN mengandung dimensi eksistensial yang menempatkan aparatur negara bukan sebagai pelayan kekuasaan, melainkan sebagai pelayan rakyat,” kata Guntur Hamzah saat membacakan pertimbangan, Kamis, 16/10/2025.

Mahkamah berpandangan bahwa Aparatur Sipil juga harus memastikan bahwa kekuasaan dijalankan bukan atas dasar kepentingan pribadi atau golongan, melainkan demi tercapainya kesejahteraan.

Dengan demikian, ASN punya tanggung jawab moral untuk menjunjung nilai meritokrasi, transparansi, dan akuntabilitas demi terwujudnya prinsip good governance.

Mahkamah menjelaskan bahwa sebelum terbentuknya KASN, UU 43/1999 telah memberikan amanat dalam pembentukan Komisi Kepegawaian Negara guna menjaga profesionalitas, netralitas dan apolitisasi sumber daya dari intervensi eksekutif dan legislatif. Namun, Komisi Kepegawaian Negara tersebut tidak pernah dibentuk sebelum diundangkannya UU 5/2014 tentang KASN.

Adapun KASN merupakan lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik yang memiliki kewenangan untuk melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Manajemen ASN dan menjamin perwujudan Sistem Merit serta pengawasan terhadap penerapan asas serta kode etik dan kode perilaku ASN.

Namun KASN dihapus dengan adanya keberadaan UU 20/2023 yang menyerahkan kewenangan pengawasan ASN yang mulanya berada di KASN diserahkan kepada Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

Apalagi, Mahkamah menilai bahwa salah satu persoalan dalam kepegawaian ASN ialah mudah diintervensi oleh kepentingan politik ataupun kepentingan pribadi. Oleh karena itu, Mahkamah menegaskan perlu adanya pemisahan fungsi dan kewenangan antara pembuat kebijakan, pelaksana kebijakan dan pengawas kebijakan agar tidak terjadi tumpang tindih peran dan benturan kepentingan.

“Dalam hal ini, pengawas kebijakan tidak hanya berfungsi sebagai pengawas an sich, namun juga sekaligus sebagai penyeimbang yang berada di luar dari pembuat maupun pelaksana kebijakan guna memastikan Sistem Merit berjalan dengan baik, akuntabel, dan transparan, sehingga mampu menciptakan birokrasi yang profesional, efisien, dan bebas dari intervensi politik serta mampu melindungi karier ASN,” katanya.

Untuk itu, Mahkamah menilai perlu adanya pembentukan lembaga independen untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan dan manajemen ASN guna menciptakan pegawai ASN yang profesional dan berkinerja serta sekaligus berperan melindungi karir ASN.

“Keberadaan lembaga independen dimaksud penting untuk segera dibentuk sebagai lembaga pengawasan eksternal yang menjamin agar Sistem Merit diterapkan secara konsisten, bebas dari  intervensi politik dan tidak menimbulkan konflik kepentingan dalam tata kelola atau Manajemen ASN,” katanya.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi