Rabu, 15 Oktober 2025
Menu

Riza Chalid Berpotensi Disidangkan Secara In Absentia Jika Penuhi Syarat

Redaksi
Riza Chalid | Ist
Riza Chalid | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Kejaksaan Agung (Kejagung) membuka kemungkinan pengusaha minyak Mohammad Riza Chalid disidangkan secara in absentia jika keberadaannya sulit dihadirkan oleh penyidik. Namun, Kejagung menegaskan langkah tersebut baru bisa ditempuh setelah seluruh syarat hukum terpenuhi.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna mengatakan, pihaknya masih akan berkoordinasi dengan tim penyidik terkait langkah selanjutnya.

“Saya belum (bisa memastikan). Nanti saya bicarakan dulu dengan tim penyidikan seperti apa langkah-langkahnya,” ujar Anang di Gedung Kejagung, Selasa, 14/10/2025.

Ia menjelaskan, persidangan in absentia hanya dapat dilakukan jika syarat tertentu terpenuhi. Salah satunya, kata Anang, adalah pemanggilan yang sah secara hukum.

“Salah satunya sudah diklarifikasi, sudah diumumkan secara ini nasional, yang bersangkutan sudah dipanggil layak secara hukum untuk dipanggil baik sebagai saksi atau tersangka,” katanya.

Menurutnya, apabila seluruh syarat tersebut sudah dipenuhi dan Riza Chalid tetap tidak memenuhi panggilan, maka proses hukum in absentia dapat menjadi opsi.

Saat ini, kata Anang, Kejagung masih memohonkan red notice ke Interpol karena keberadaan Riza Chalid yang berada di luar negeri.

Namun, Anang menegaskan bahwa Korps Adhyaksa tidak hanya berfokus untuk memburu Riza, melainkan menyita aset-aset miliknya untuk pemulihan kerugian negara.

Adapun Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) mulai menyidangkan sembilan terdakwa dalam kasus dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

Di antara sembilan terdakwa yang mulai disidangkan, salah satunya ialah anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR). Mereka didakwa telah merugikan negara sebanyak Rp285 triliun yang terdiri dari kerugian keuangan negara mencapai Rp70,5 triliun dan kerugian perekonomian negara sebesar Rp215,1 triliun.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi