Senin, 13 Oktober 2025
Menu

Kejagung Didesak Proses Pidana Eks Kajari Jakbar yang Tilep Uang Kasus Investasi Bodong

Redaksi
Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. | ist
Gedung Kejaksaan Agung (Kejagung) RI. | ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Kejaksaan Agung (Kejagung) mencopot Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat Hendri Antoro dari jabatannya setelah diduga menerima uang sebesar Rp500 juta yang berasal dari barang bukti kasus investasi bodong robot trading Fahrenheit. Meski demikian, keputusan pencopotan itu menuai sorotan karena dinilai belum menyentuh aspek pidana.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman menegaskan bahwa aparat penegak hukum yang menerima uang hasil kejahatan tidak bisa dibiarkan begitu saja, apalagi hanya diberikan sanksi etik belaka.

“Apalagi hanya berhenti sampai pada penegakan etik tidak bisa menerima hasil kejahatan, itu merupakan sebuah kejahatan,” katanya saat dihubungi Forum Keadilan.

Zaenur menyebut bahwa jaksa yang terlibat menerima aliran uang dalam barang bukti kasus robot trading Fahrenheit bisa dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) dalam bentuk penerimaan gratifikasi.

Di sisi lain, kata dia, aparat tersebut juga dijerat dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Meskipun Kejagung berdalih tidak ada mens rea (niat jahat) dalam kasus tersebut, Zaenur menekankan bahwa aparat penegak hukum seharusnya menolak pemberian tersebut. Di sisi lain, aparat juga seharusnya melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai bentuk penerimaan gratifikasi ataupun TPPU.

“Kalau dia tidak melakukan pelaporan, apalagi misalnya dia menggunakan uang tersebut itu dia bisa dijerat, bahkan tidak menggunakan uang tersebut pun bisa dijerat,” tambahnya.

Zaenur mengatakan bahwa kasus ini merupakan batu ujian bagi Koprs Adhyaksa untuk menegakkan hukum kepada jajarannya atau memberikan perlakuan yang berbeda. Menurutnya, kalau hal tersebut dibiarkan akan mencederai rasa keadilan di masyarakat.

Ahli Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Muhammad Fatahillah Akbar pun menilai, Kejaksaan seharusnya memberikan sanksi lebih tegas apabila ingin dinilai sebagai lembaga yang berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi.

“Harusnya jika Kejaksaan mau dinilai sebagai lembaga antikorupsi, berbagai jenis korupsi diberikan pidana berat, termasuk yang dilakukan internal. Jangan malah sanksi administrasi saja,” katanya saat dihubungi Forum Keadilan.

Ia lantas membandingkan dengan kasus eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong yang hanya masalah administratif namun dianggap sebagai tindak pidana korupsi.

“Kasus Tom Lembong yang condong administratif saja bisa disebut korupsi. Apalagi kalau sampai menerima suap, harusnya diproses hukum. Inti utama korupsi itu adalah suap,” ucapnya.

Kejagung Sebut Tak Ada Pidana

Kejagung berulang kali membantah tidak ada pelanggaran pidana dalam kasus dugaan penerimaan uang oleh mantan Kajari Jakarta Barat, Hendri Antoro. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna menyebut bahwa tidak ada pidana melainkan kelalaian pengawasan.

“Ya, ada kelalaian sebagai Kepala Kejaksaan Negeri selaku atasannya yang seharusnya bisa mencegah,” kata Anang.

Atas dasar hal tersebut, Korps Adhyaksa hanya menjatuhkan sanksi kepada Hendri Antoro berupa pencopotan jabatan dan pembebasan tugas sebagai jaksa. Selain itu, Hendri juga ditempatkan di bagian Tata Usaha selama satu tahun.

Di sisi lain, eks Kajari Jakbar lainnya sekaligus Kasubdit Pengamanan Pembangunan Infrastruktur Kawasan dan Sektor Strategis Lainnya pada Direktorat Pengamanan Pembangunan Strategis Jamintel Kejagung Iwan Ginting juga diduga menerima aliran dana sebesar Rp500 juta dari kasus tersebut. Dirinya juga dijatuhi hukuman seperti Hendri berupa pencopotan sebagai jaksa dan ditempatkan di Tata Usaha.

Adapun Hendri sebelumnya terseret skandal dugaan penerimaan duit Rp500 juta dari anak buahnya Azam Akhmad Akhsya yang merupakan jaksa eksekutor di Kejari Jakbar. Dirinya bersama dengan dua pengacara korban investasi robot trading Farhenheit, Oktavianus Setiawan dan Bonifasius Gunung mengambil barang bukti uang sebesar Rp23,9 miliar. Hakim lantas menjatuhkan hukuman pidana penjara 9 tahun yang diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.

Dalam surat dakwaan, disebutkan bahwa Azam memberikan uang kepada Hendri sebesar Rp500 juta yang dititipkan melalui seorang kepala seksi di Kejari Jakbar pada Desember 2023 silam.

Selain itu, dirinya juga memberikan uang tersebut kepada beberapa jaksa lain di antaranya ialah ke mantan Kajari Jakbar Iwan Ginting sebesar Rp500 juta; Kepala Seksi Barang Bukti Kejari Jakarta Barat Dody Gazali Rp300 juta, eks Kasi Pidum Kajari Jakbar Sunarto Rp450 juta, Kasi Pidum Kejari Jakarta Barat M. Adib Adam Rp300 juta, Kasubsi Pra-Penuntutan Kejari Jakarta Barat Baroto Rp200 juta, dan seorang staf Rp150 juta.

Di sisi lain, Azam juga turut membagikan uang tersebut kepada istri sebanyak Rp8 miliar, Rp200 juta untuk kakak Azam, dan terakhir untuk kepentingan dirinya sebesar Rp1,1 miliar. Baik Azam maupun jaksa lainnya telah mendapat sanksi dari Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas).*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi