Pramono Ungkap Dampak Kebijakan Pusat Pangkas Dana Transfer Daerah

FORUM KEADILAN – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, mengungkapkan dampak yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) terkait kebijakan pemerintah pusat menyoal pemangkasan transfer ke daerah (TKD) 2026.
Pramono menjelaskan bahwa akibat dari kebijakan tersebut, dana transfer ke DKI Jakarta dipotong sekitar Rp15 triliun. Ia mengatakan Pemprov tidak punya pilihan lain selain menerima kebijakan tersebut.
“Kita hanya menerima Rp11,15 triliun, di dalam APBD kita dari Rp95,35 triliun, menjadi Rp79,06 triliun, penurunannya hampir Rp15 triliun. Apapun ini, sudah menjadi keputusan pemerintah pusat. sehingga kita tidak punya pilihan lain, kecuali menjalankan apa yang menjadi keputusan pemerintah pusat,” ujar Pramono melalui video yang diunggah di akun instagram pribadinya, Senin, 6/10/2025.
Pramono memastikan program KJP dan KJMU tidak akan terdampak walaupun akan ada pengurangan APBD DKI dengan kebijakan pemangkasan pemerintah pusat tersebut.
“Tidak boleh dikurangi adalah KJP maupun KJMU, karena ini merupakan landasan kita semua untuk melakukan perbaikan di Jakarta ini terutama bagi keluarga yang kurang beruntung atau tidak mampu,” tuturnya.
Diketahui, DPRD dan Pemprov DKI sudah menyepakati Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD 2026.
Berdasarkan kebijakan tersebut diproyeksikan penerimaan transfer dari pusat, seperti dana bagi hasil, dana alokasi umum (DAU), dan dana alokasi khusus (DAK) mencapai Rp26 triliun.
“DBH kita akan berubah sekitar Rp15 triliun, yang tersisa Rp11 triliun. Tentu ini akan mengubah postur angka yang sangat signifikan perubahannya, sementara kita sudah MoU KUA-PPAS, sudah (menyusun) RKA (rencana kerja anggaran),” kata Khoirudin.
DPRD dan Pemprov DKI sudah merencanakan APBD DKI Jakarta pada 2026 sebesar Rp95,35 triliun. Angka ini naik 3,8 persen dibandingkan nilai APBD pada tahun anggaran 2025 yang hanya Rp91,86 triliun.
Dengan adanya kemungkinan pemangkasan, maka dana transfer dari pemerintah pusat ke Jakarta menjadi hanya Rp11 triliun, dan nilai APBD DKI 2026 berpotensi turun.
“Karena kita sudah MoU dengan angka Rp95,3 triliun. Kalau kita melihat DBH hari ini, (APBD 2026) kita sekitar Rp78 triliun atau Rp79 triliun. Jadi, sangat jauh perubahannya,” lanjut Khoirudin.
Pramono juga menyebutkan dampak lain dari pemotongan tersebut adalah anggaran perjalanan dinas yang akan dilakukan efisiensi.
“Yang jelas efisiensi dilakukan berkaitan dengan misalnya perjalanan dinas, anggaran belanja yang bukan menjadi prioritas utama, hal yang berkaitan dengan makan minum dan sebagainya. Efisiensi akan dilakukan di Balai Kota,” kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Senin, 6/10/2025.
Tetapi, dirinya memastikan tidak akan ada pemotongan anggaran untuk program Kartu Jakarta Pintar (KJP) dan Kartu Mahasiswa Jakarta Unggul walaupun APBD DKI akan turun.
“Saya sudah memutuskan hal yang berkaitan dengan Kartu Jakarta Pintar, KJP yang dibagi Rp707.513 siswa, gak boleh diotak-atik. Termasuk kemudian KJMU yang telah dibagikan untuk Rp16.979. Yang lain-lain tentunya akan ada refocusing, efisiensi dan juga realokasi,” jelas Pramono.
Pramono mengaku akan mencari sumber dana lain untuk pembangunan Jakarta dan menyatakan tetap optimis walaupun ada penurunan APBD.
“Salah satu hal yang akan saya lakukan adalah melakukan creative financing sehingga hal yang bisa dibangun dengan berpartner, bekerjasama, mitra strategis atau dari dana KLB, SLF, SP3L dan sebagainya tetap dilakukan. Mudah-mudahan dengan pengaturan ini pembangunan di Jakarta masih tetap seperti yang diharapkan,” terangnya.
Sebelumnya diketahui, Menteri Keuangan (Menkeu), Purbaya Yudhi Sadewa, mengungkapkan alasan anggaran transfer ke daerah (TKD) 2025 dan 2026 dipotong akibat banyaknya kasus penyelewengan TKD yang dilakukan pemerintah daerah (Pemda). Walaupun demikian, ia membantah pemangkasan anggaran dilakukan olehnya.
“Itu membuat pusat agak, bukan saya ya, pemimpin-pemimpin itu agak gerah dengan itu (penyelewengan anggaran pemda). Ingin mengoptimalkan,” ujar Purbaya di Gedung Keuangan Negara (GKN) Surabaya, Jawa Timur, Kamis, 2/10/2025.*