Kamis, 16 Oktober 2025
Menu

Komisi VIII DPR RI Desak Penelusuran Hukum Ambruknya Pesantren Al Khoziny

Redaksi
Gedung Ponpes Al Khoziny Ambruk di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. | Dok BNPB
Gedung Ponpes Al Khoziny Ambruk di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. | Dok BNPB
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Singgih Januratmoko mendesak dilakukannya penelusuran secara hukum terkait ambruknya bangunan di Pondok Pesantren Al Khoziny, Sidoarjo, Jawa Timur. Ia menegaskan, peristiwa yang menimbulkan korban jiwa atau luka, terlebih di lingkungan pendidikan, harus ditelusuri secara komprehensif, baik dari aspek teknis maupun hukum.

“Menurut saya, setiap peristiwa yang menimbulkan korban jiwa atau luka, terlebih di lingkungan pendidikan, layak ditelusuri secara komprehensif. Namun pendekatan hukum harus proporsional, tidak reaktif, dan lebih menitikberatkan pada upaya perbaikan sistem keselamatan bangunan pendidikan keagamaan,” katanya dalam keterangan tertulis, Senin, 6/10/2025.

Meski membuka ruang penegakan hukum jika ditemukan unsur kelalaian, Singgih menegaskan bahwa fokus utama bukan pada pencarian kesalahan semata, melainkan pembelajaran nasional agar kejadian serupa tak terulang.

“Kalau ada unsur kelalaian, tentu perlu diusut sesuai hukum. Tapi yang lebih penting adalah memastikan peristiwa ini menjadi pembelajaran nasional. Fokus utama kita adalah keselamatan santri, bukan mencari kambing hitam,” tegasnya.

Komisi VIII, kata Singgih, juga meminta tim teknis dari Kementerian Pekerjaan Umum (PU) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dilibatkan untuk meneliti konstruksi bangunan secara profesional. Ia menyoroti bahwa banyak pesantren di Indonesia dibangun secara swadaya, tanpa pendampingan teknis atau sertifikasi kelayakan bangunan.

“Kami tidak bisa langsung menuduh. Namun, banyak pesantren berdiri atas niat baik masyarakat, tapi minim pendampingan teknis. Karena itu, perlu ada pemeriksaan struktur dan evaluasi menyeluruh agar kita tahu penyebab pasti robohnya bangunan,” ujarnya.

Sebagai tindak lanjut, Komisi VIII DPR RI akan meminta Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berkoordinasi dengan Kementerian PU untuk melakukan audit keselamatan bangunan pesantren di seluruh Indonesia, terutama yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat.

Singgih juga mengusulkan sejumlah langkah evaluatif sebagai bentuk tanggung jawab moral dan kelembagaan. Di antaranya, pertama, mengaudit nasional bangunan pendidikan keagamaan, melibatkan Kemenag, PU, dan BPBD. Kedua, pendampingan teknis bagi pesantren swadaya, termasuk sertifikasi kelayakan bangunan.

Ketiga, skema bantuan renovasi dan rehabilitasi bagi pesantren yang tidak memenuhi standar keamanan. Terakhir, sosialisasi standar konstruksi sederhana dan aman, agar masyarakat dapat membangun dengan panduan teknis minimal.

“Pesantren adalah benteng moral bangsa. Negara wajib hadir, bukan hanya memberi izin operasional, tapi memastikan bangunannya aman untuk anak-anak kita belajar dan beribadah,” katanya.

Ia menambahkan, keselamatan santri adalah prioritas utama yang tidak bisa dinegosiasikan.

“Kita harus belajar dari setiap musibah. Pemerintah wajib memastikan seluruh pesantren di Indonesia memiliki bangunan yang aman, layak, dan memenuhi standar keselamatan. Karena satu nyawa santri terlalu berharga untuk diabaikan,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari