Kamis, 02 Oktober 2025
Menu

RUU BUMN Resmi Disahkan, Kementerian Kini Berganti Jadi BP BUMN

Redaksi
Logo BUMN | Dok. Kementerian BUMN
Logo BUMN | Dok. Kementerian BUMN
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Rancangan Undang-Undang (UU) tentang perubahan keempat atas UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi disahkan oleh DPR RI. Keputusan ini diambil dalam rapat paripurna ke-6 masa persidangan I tahun sidang 2025-2026 yang digelar di ruang paripurna Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis, 2/10/2025.

Adapun UU ini mengatur terkait perubahan Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan Badan Usaha Milik Negara (BP BUMN).

Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Pada mulanya, Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Ermarini membacakan laporan hasil rapat tingkat I. Kemudian, Dasco menanyakan persetujuan atas laporan tersebut kepada para anggota yang hadir dalam rapat.

“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” tanya Dasco kepada anggota yang hadir.

“Setuju,” jawab para peserta.

Pada rapat kerja dengan Menteri Hukum, Menteri PAN RB, dan Wakil Menteri Sekretaris Negara pada Jumat, 26/9 lalu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Fraksi Gerindra Andre Rosiade mengungkapkan bahwa ada 11 pokok pikiran utama yang tertuang dalam RUU tersebut.

Pertama, pembentukan BP BUMN sebagai lembaga baru yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang BUMN. Kedua, Penambahan kewenangan BP BUMN dalam mengoptimalkan peran BUMN. Ketiga, dividen saham seri A dwiwarna akan dikelola langsung oleh BP BUMN dengan persetujuan Presiden.

Pada Pokok pikiran keempat, Andre Rosiade yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU BUMN mengatakan, larangan rangkap jabatan bagi menteri dan wakil menteri sebagai direksi, komisaris, maupun dewan pengawas BUMN, sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 128/PUU-XXIII/2025.

Kelima, penghapusan status penyelenggara negara bagi anggota direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas BUMN. Keenam, penguatan kesetaraan gender bagi karyawan BUMN yang menduduki jabatan direksi, komisaris, dan posisi manajerial.

Ketujuh, pengaturan perpajakan khusus atas transaksi yang melibatkan badan, holding operasional, holding investasi, atau pihak ketiga melalui peraturan pemerintah. Kedelapan, pengecualian pengurusan BUMN yang ditetapkan sebagai alat fiskal dari BP BUMN.

Kesembilan, kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melakukan pemeriksaan keuangan BUMN. Kesepuluh, mekanisme peralihan kewenangan dari Kementerian BUMN kepada BP BUMN.

“Terakhir, pengaturan jangka waktu rangkap jabatan menteri atau wakil menteri sebagai organ BUMN sejak putusan MK diucapkan, termasuk pengaturan substansial lainnya,” pungkas Andre.*