Marcella Santoso Bantah Uang Miliaran dalam Brankas Kantornya Berkaitan dengan Kasus Suap Migor

FORUM KEADILAN – Tersangka pengacara korporasi, Marcella Santoso membantah bahwa uang berjumlah miliaran dalam bentuk valuta asing yang tersimpan dalam brankas kantor Ariyanto Arnaldo Law Firm (ALLF) tidak berkaitan dengan kasus suap vonis lepas ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak goreng.
Hal itu ia ungkapkan saat dirinya dihadirkan menjadi saksi terhadap kelima terdakwa hakim dan panitera di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 10/9/2025.
Mulanya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menunjukkan gambar soal adanya temuan uang dalam brankas kantornya dalam bentuk dolar Amerika Serikat (AS). Namun, istri dari Ariyanto Bakri itu mengatakan bahwa uang tersebut miliknya.
“Itu uang saya Pak, saya selalu punya kas dalam bentuk USD. Kalau bapak tanya dari mana asalnya, saya sudah sampaikan di BAP, salah satu yang paling, salah dua dari sumber yang paling besar itu adalah success fee dari klien saya, nilainya sekitar lebih dari Rp50 miliar yang kemudian sama Pak Ari ditarik, ditransfer ke bank, Pak, jadi jelas,” kata Marcella di ruang sidang.
Jaksa lantas menanyakan apakah uang dalam brankas tersebut merupakan success fee dalam perkara Migor. Namun, Marcella kembali membantahnya.
“Ini campuran, ini tidak ada success fee perkara migor, Pak. Saya belum nagih success fee dan saya tidak ada success fee, ini tidak ada kaitannya,” katanya.
Ia bersikukuh bahwa uang tersebut merupakan uang miliknya yang saat ini disita oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).
Jaksa lantas menanyakan apakah suaminya, Ariyanto, terbiasa menyimpan dolar dalam jumlah banyak. Merespons hal tersebut, ia mengaku bahwa suaminya kerap membeli dolar karena harganya cenderung stabil. Menurutnya, jika keuangan kantor defisit, maka dirinya akan mencairkan dolar tersebut.
Jaksa kemudian menanyakan adanya perbedaan keterangan dengan saksi Indah Kusumawati selaku Bussines Support AALF yang dihadirkan pada beberapa minggu silam. Berdasarkan keterangan Indah, uang tersebut hanya transit selama satu hari.
“Ya besok di Pak Ari, nanti kalau saya perintah Pak Ari saya kirim lagi uangnya. Dikirim lagi pak,” katanya.
Dalam persidangan sebelumnya, Jaksa memperlihatkan foto tumpukan uang pecahan dolar yang tersimpan dalam sebuah brankas di kantor AALF yang disebut mencapai lebih dari Rp16 miliar kepada Indah Kusumawati. Foto itu diambil oleh salah satu staf bernama Wiwit pada 5 Agustus 2024.
Menanggapi hal tersebut, Indah mengaku bahwa dirinya tidak mengetahui soal kronologi tersebut, namun ia memastikan bahwa uang Rp16 miliar yang berada dalam brankas kantor AALF tersebut milik Ariyanto Bakri.
“Saat penyidikan saya memberikan jawaban bahwa uang tersebut adalah uang Pak Ariyanto yang dititipkan di kantor, kemudian saya antar ke rumah beliau lagi uangnya,” katanya.
Dalam kasus ini, JPU Kejagung menyebut bahwa Arif bersama dengan tiga majelis hakim yang mengadili perkara tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom beserta dengan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan telah menerima gratifikasi berupa uang tunai dalam bentuk US$ sebanyak US$2,500,000 atau Rp32 miliar yang diberikan secara bertahap.
Adapun total yang didapatkan para terdakwa melalui suap vonis lepas ini ialah, Arif menerima sebanyak Rp15,7 miliar; Wahyu mendapat Rp2,4 miliar; Djuyamto mendapat Rp9,5 miliar; dan dua hakim anggota lain masing-masing mendapat total Rp6,2 miliar.
Jaksa menyebut bahwa uang sebanyak Rp40 miliar tersebut diterima dari kuasa hukum terdakwa Korporasi, yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Sabih dan M Syafe’i yang mewakili kepentingan Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.
Usai uang tersebut telah diterima, majelis hakim akhirnya memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa Korporasi yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.928.104 (Rp17,7 triliun) di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.
Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar denda dan uang pengganti yang berbeda-beda. PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp11.880.351.802.619 atau (Rp11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp937.558.181.691,26 atau (Rp937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp4.890.938.943.794,1 atau (Rp4,8 triliun).
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf c subsider Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12 huruf a subsider Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 subsider Pasal 11 atau Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian Pasal12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi