Minggu, 26 Oktober 2025
Menu

Putusan Etik Kompol Cosmas dan Bripka Rohmat Dinilai Tak Hapus Unsur Pidana, Pakar: Harus Diproses di Pengadilan

Redaksi
Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Basat Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmat terkait kasus tewasnya Affan Kurniawan (21), pengemudi ojek online (ojol) akibat dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob, Sidang tersebut digelar di Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 4/9. | Dok Tangkapan Layar Polri TV
Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Basat Brimob Polda Metro Jaya, Bripka Rohmat terkait kasus tewasnya Affan Kurniawan (21), pengemudi ojek online (ojol) akibat dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob, Sidang tersebut digelar di Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta Selatan, Kamis 4/9. | Dok Tangkapan Layar Polri TV
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai bahwa sanksi etik terkait putusan Majelis Sidang Komisi Kode Etik Polri (KKEP) terhadap Komandan Batalyon Resimen 4 Korbrimob Polri Kompol Cosmas Kaju Gae dan Bripka Rohmat belum menyentuh aspek hukum.

Diketahui, deduanya dijatuhi sanksi etik atas insiden meninggalnya pengemudi ojek online (ojol) Affan Kurniawan (21), yang dilindas kendaraan taktis (rantis) Brimob saat pengamanan aksi unjuk rasa di Jakarta pada 28 Agustus lalu.

Kompol Cosmas dijatuhi sanksi Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH), sementara Bripka Rohmat dikenai demosi selama tujuh tahun. Namun, Fickar menyebut, sanksi etik tersebut belum menyentuh aspek hukum pidana yang semestinya juga ditegakkan.

“Putusan etik profesi nampaknya sudah maksimal, tetapi tidak menghapuskan unsur pidananya, karena ada korban meninggal,” ujarnya, kepada Forum Keadilan, Sabtu, 6/9/2025.

Menurut Fickar, tindakan melindas seseorang hingga meninggal dunia merupakan bentuk perbuatan pidana. Ia menjelaskan, jika tindakan tersebut dilakukan dengan sengaja, maka bisa dikategorikan sebagai pembunuhan dan dikenakan Pasal 338 KUHP tentang tindak pidana pembunuhan.

Akan tetapi, jika dilakukan karena kelalaian, maka tetap dapat dijerat pidana melalui Pasal 359 KUHP.

“Ya, jika dilakukan dengan sengaja, itu bisa dikualifikasi sebagai pembunuhan. Tetapi jika karena kelalaian, maka tetap termasuk pidana, karena kelalaiannya menyebabkan kematian orang lain, seperti halnya kecelakaan lalu lintas. Namun, agak sulit disebut kelalaian karena kejadiannya di tengah demonstrasi,” katanya.

Lebih lanjut, Fickar menegaskan bahwa pemeriksaan etik internal di tubuh Polri tidak cukup untuk menangani kasus dengan akibat fatal seperti ini.

“Harus diproses pidana juga,” pungkasnya.

Sebelumnya, terdapat tujuh personel Brimob yang ditetapkan sebagai terduga pelanggar, yaitu Kompol Cosmas Kaju Gae, Bripka R, Aipda R, Briptu D, Bripda M, Bharaka J, dan Bharaka Y.

Kompol Cosmas dan Bripka Rohmat ditetapkan melakukan pelanggaran kategori berat, sedangkan lima personel lainnya ditetapkan melakukan pelanggaran kategori sedang.

Saat sidang etik Rabu, 3/9, KKEP menjatuhkan sanksi PTDH atau pemecatan kepada Kompol Cosmas selaku jabatannya sebagai Danyon A Resimen IV Pasukan Pelopor Korbrimob Polri. Sementara, Bripka Rohmat, dijatuhi sanksi demosi tujuh tahun pada Kamis, 4/9.

Lebih jauh, seorang pengemudi ojol tewas setelah terlindas rantis milik Brimob, saat kericuhan antara demonstran dengan polisi pecah di kawasan Pejompongan, Kamis, 28/8 malam.

Dalam video amatir yang diterima Forum Keadilan, nampak massa berhamburan di sisi kanan dan kiri jalan. Kemudian, sebuah rantis Brimob memecah kerumunan hingga berjalan cepat di area seberang salah satu gereja di wilayah tersebut.

Di saat yang bersamaan, seorang pemuda yang menggunakan jaket ojol tersungkur ke tengah jalan dan tergilas rantis. Saat pertama kali tergilas, warga sempat berteriak hingga membuat mobil terhenti sejenak. Namun, mobil rantis itu tetap melaju karena massa disekitar lokasi menyerang.*

Laporan oleh: Ari Kurniansyah