Silfester Ajukan PK, Kejagung: Itu Tak Menunda Eksekusi

FORUM KEADILAN – Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet) Silfester Matutina mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) dalam kasus penyebaran fitnah terhadap Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 RI Jusuf Kalla (JK) yang hingga kini masih menjeratnya.
Dilansir dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Silfester mendaftarkan permohonan tersebut pada 5 Agustus 2025. Walaupun demikian, alasan Silfester mengajukan PK terhadap kasus tersebut belum diketahui.
Kejaksaan Agung (Kejagung) kemudian menanggapi permohonan PK tersebut. Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna memastikan permohonan tersebut tidak akan memengaruhi proses eksekusi putusan pengadilan soal vonis yang diterima Silfester.
“Prinsipnya PK tidak menunda eksekusi,” ungkap Anang kepada media, Senin, 11/8/2025.
Namun, Anang tidak menjelaskan lebih detail tentang eksekusi terhadap Silfester. Menurut dia, hal tersebut adalah kewenangan dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jaksel.
“Itu kewenangan Kejari Jakarta Selatan. Coba nanti dipastikan, apakah sudah ada permohonan PK-nya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atau sekalian dicek apakah ditembuskan kepada Kejaksaan Jakarta Selatan,” jelas Anang.
Sebelumnya, Silfester Matutina mengklaim bahwa dirinya telah berdamai dengan Jusuf Kalla (JK) terkait kasus dugaan fitnah yang dilaporkan ke Bareskrim Polri.
“Urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla itu sudah selesai dengan adanya perdamaian. Bahkan saya sudah dua atau tiga kali bertemu beliau, dan hubungan kami sangat baik,” ujarnya kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Senin, 4/8.
Sebagaimana diketahui, Silfester sebelumnya dilaporkan oleh keluarga JK atas pernyataannya yang menyebut kemiskinan di Indonesia disebabkan oleh praktik korupsi yang dilakukan keluarga JK. Ia juga menuding JK turut mengintervensi Pilkada DKI Jakarta tahun 2017.
Ia dilaporkan atas dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan fitnah lewat media sebagaimana tertuang pada Pasal 310 KUHP, 311 KUHP, serta Pasal 27 dan 28 Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2022 tentang ITE.
Silfester menyatakan telah mengikuti proses hukum atas laporan tersebut dan menegaskan bahwa ucapannya tidak dilatarbelakangi oleh dendam atau motif pribadi.
“Urusan proses hukum itu sudah saya jalani dengan baik. Dan sebenarnya, urusan saya dengan Pak Jusuf Kalla tidak ada tendensi pribadi. Saya tidak membenci Pak Jusuf Kalla,” katanya.
Ia juga mengakui bahwa pernyataan yang menyinggung nama JK disampaikan secara spontan saat dirinya menjadi orator dalam aksi demonstrasi di Mabes Polri, di mana para peserta aksi saat itu menyerukan agar JK mundur dari jabatannya.
“Itu spontanitas. Jadi tidak ada mens rea-nya. Waktu itu teman-teman aksi di Mabes Polri meminta Pak JK mundur, dan saya merespons sebagai orator. Saya hanya menyampaikan hal yang sama, bukan kesengajaan saya,” jelasnya.
Meski demikian, Kejari Jaksel menyatakan tetap akan mengeksekusi putusan terkait kasus tersebut. Kapuspenkum Kejagung Anang Supriatna mengungkapkan bahwa Kejari Jaksel telah mengundang Silfester untuk hadir. Bila tidak hadir, eksekusi tetap akan dilakukan.
“Informasi dari pihak Kejari Jakarta Selatan, hari ini yang bersangkutan diundang. Kalau dia tidak datang, ya silakan saja. Kami harus eksekusi,” ujar Anang.
Ia menegaskan bahwa penanganan kasus tersebut berada dalam kewenangan Kejari Jaksel, karena proses persidangan sebelumnya digelar di PN Jaksel.
Menanggapi hal itu, Silfester kembali menegaskan bahwa dirinya telah menjalani seluruh proses hukum dan akan mengikuti perkembangan perkara tersebut.
“Enggak ada masalah. Intinya saya sudah menjalankan prosesnya. Nanti kita lihat lagi bagaimana kelanjutannya,” tuturnya.*