Senin, 28 Juli 2025
Menu

Cak Imin Sebut Pilkada Tak Perlu Langsung, Komisi II: Gagasan Itu Masih Sesuai Konstitusi

Redaksi
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 24/7/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 24/7/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin kembali menyampaikan pendapat agar pemilihan kepala daerah tidak lagi dilakukan secara langsung oleh rakyat saat hadiri Hari Lahir PKB, kemarin. Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy menyatakan terbuka terhadap wacana tersebut dan menilai gagasan itu masih berada dalam koridor konstitusi.

“Usulan itu bisa kita terima, karena konstruksi konstitusi terkait dengan pemilihan kepala daerah itu berbeda dengan pemilu nasional.” katanya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 24/7/2025.

Ia menjelaskan bahwa pemilu nasional diatur dalam Pasal 22E ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang mengatur pemilihan umum setiap lima tahun sekali untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, serta DPRD. Sementara, pemilihan kepala daerah diatur dalam pasal yang berbeda.

“Ketentuan terkait pemilihan kepala daerah diatur dalam Pasal 18 ayat 4 konstitusi kita, yang menyatakan bahwa gubernur, bupati, wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, kota dipilih secara demokratis,” ujarnya.

Kata ‘demokratis’, lanjutnya, bisa dimaknai sebagai pemilihan langsung (direct democracy) atau tidak langsung (indirect democracy). Artinya, jika ada usulan agar kepala daerah tidak lagi dipilih langsung oleh rakyat, melainkan lewat mekanisme lain, hal tersebut tidak serta-merta melanggar konstitusi.

Mengenai kekhawatiran masyarakat yang merasa kehilangan hak pilih jika pilkada tidak lagi langsung, Komisi II DPR menegaskan bahwa pembahasan masih berada dalam tataran prinsip dan dasar hukum.

“Kita bicara dalam konteks konstitusi. Jadi karena konstitusi mengamanatkan seperti itu, maka opsi-opsi itu menjadi sangat terbuka. Tentu setiap opsi ada kelebihan dan kekurangan. Semua sistem di dunia ini tidak ada yang sempurna,” ungkapnya.

Terkait apakah Komisi II akan menimbang usulan tersebut secara serius, pihaknya menyebut semua masukan akan dimasukkan ke dalam proses revisi UU Pemilu ke depan.

“Semua opsi akan menjadi masukan dalam daftar inventarisasi masalah revisi UU Pemilu nantinya,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari