Rabu, 02 Juli 2025
Menu

KPK Klaim Tak Mau Buru-Buru Tetapkan Tersangka di Kasus CSR BI

Redaksi
Bank Indonesia (BI) | Ist
Bank Indonesia (BI) | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini belum menetapkan tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).

Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto menjelaskan bahwa hal ini merupakan bagian dari prinsip kehati-hatian yang selalu dijunjung tinggi oleh lembaga antirasuah tersebut.

“Karena prinsip kehati-hatian yang dilakukan mulai dari proses penerimaan pengaduan, penyelidikan, bahkan sampai di tahap penyidikan, maka KPK perlu berhati-hati dalam menetapkan seseorang untuk menjadi tersangka,” ujar Tessa dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu, 9/4/2025.

Ia menekankan bahwa kehati-hatian dalam proses penanganan perkara telah menjadi prinsip dasar KPK sejak lembaga ini berdiri.

Bahkan, kata dia, sebelum adanya mekanisme penghentian penyidikan atau SP3, penetapan tersangka di KPK memerlukan lebih dari sekadar dua alat bukti.

“Di KPK, kita bisa sampai empat alat bukti itu perlu ada dulu. Supaya apa? Agar jaksa penuntut umum, termasuk struktural, yakin pada saat perkara ini disajikan dan disidangkan, hakim yakin bahwa memang betul ada perbuatannya yang dilakukan oleh tersangka,” terangnya.

Tessa memastikan bahwa proses penanganan perkara tetap berjalan. Ia menyebut, pada waktunya nanti, jika memang alat bukti sudah cukup, siapa pun yang diduga terlibat akan ditetapkan sebagai tersangka.

“Jadi tidak terlalu cepat, tidak terlalu lambat,” pungkasnya.

Sebagai informasi, lembaga antirasuah telah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus ini, dua di antaranya yang paling sering diperiksa ialah anggota DPR dari Komisi IX Fraksi Gerindra Heri Gunawan dan Fraksi NasDem Satori.

KPK juga telah menggeledah kantor BI dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2024 lalu. Salah satu ruangan yang digeledah ialah kantor Gubernur BI Perry Warjiyo.

Dalam kasus ini, KPK menduga dana CSR yang disalurkan oleh bank sentral telah diterima oleh pihak penyelenggara negara melalui sebuah yayasan.

KPK menduga terjadi penyimpangan dalam proses tersebut, di mana bantuan CSR disalurkan melalui yayasan yang direkomendasikan namun tidak sesuai dengan tujuan awalnya.

Uang dalam program CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI), disebut-sebut sempat berpindah ke beberapa rekening sebelum akhirnya terkonsentrasi di satu rekening yang diduga mewakili penyelenggara negara.

Bahkan, sebagian dana tersebut telah dialihkan menjadi aset berupa bangunan hingga kendaraan. Padahal, sebagaimana mestinya, dana CSR atau bantuan sosial itu seharusnya digunakan untuk keperluan seperti renovasi rumah tidak layak huni dan pemberian beasiswa.*

Laporan Syahrul Baihaqi