KPU RI Pastikan Sirekap Dapat Diakses Online dan Offline

FORUM KEADILAN – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berkomitmen untuk meningkatkan kualitas sistem teknologi informasi dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024. Perbaikan ini dilakukan agar Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) lebih akurat dan mengurangi potensi konflik horizontal.
Komisioner KPU Idham Holik memastikan bahwa lembaganya akan memperbaiki aplikasi Sirekap, salah satunya untuk mempersiapkan sistem yang dapat berfungsi dengan baik dalam kondisi online maupun offline.
Menurut Idham, hal ini akan membantu Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) yang bekerja di daerah dengan koneksi internet yang kurang memadai.
“Sistem informasi ini didesain dalam dua format, yaitu online dan offline. Jadi, meskipun tidak ada jaringan internet, petugas KPPS tetap dapat menggunakan sistem ini untuk mendistribusikan hasil penghitungan suara kepada para saksi melalui teknologi Bluetooth,” katanya kepada wartawan di Gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa, 24/9/2024.
Selain itu, Idham menegaskan bahwa KPU akan melakukan simulasi pemungutan dan penghitungan suara di seluruh kabupaten dan kota pada Oktober 2024.
Idham menyebut bahwa simulasi tersebut akan melibatkan beberapa pihak, mulai dari Bawaslu, pasangan calon, pemantau pilkada, jurnalis dan masyarakat.
“Tujuannya untuk memastikan semua pihak memahami kebijakan teknis yang diterapkan serta menjaga integritas proses penghitungan suara,” ujarnya.
Lebih lanjut, untuk menghindari polemik terkait perbedaan hasil penghitungan suara, seperti yang terjadi pada Pilpres sebelumnya, Idham menegaskan bahwa KPU telah menambahkan fitur keamanan pada formulir model C hasil yang didigitalisasi menjadi format PDF.
“PDF tersebut kami pastikan aman dan tidak dapat diubah. Teknologi keamanan yang kami gunakan mencegah siapa pun yang berniat untuk memodifikasi hasil penghitungan suara,” tuturnya.
Dengan langkah-langkah ini, KPU berharap penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 akan lebih transparan, akurat, dan bebas dari polemik yang berpotensi merusak kepercayaan publik.*
Laporan Syahrul Baihaqi