Senin, 28 Juli 2025
Menu

CISDI Dorong Transparansi dalam Program Makan Bergizi Gratis

Redaksi
Simulasi program makan siang gratis di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Curug (SMPN), Tangerang, Banten, Kamis, 29/2/2024 | Ist
Simulasi program makan siang gratis di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Curug (SMPN), Tangerang, Banten, Kamis, 29/2/2024 | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menilai, rencana kerja sama pemerintah dengan swasta dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) berpotensi memberikan celah bagi intervensi industri untuk memasukkan pangan tinggi gula, garam, dan lemak (GGL).

Terutama jika program tersebut tidak dirancang dengan prinsip keterbukaan dan tidak melibatkan publik secara bermakna.

“Kami mendorong proses pelaksanaan program yang transparan dan akuntabel untuk mencegah peluang intervensi industri pangan tidak sehat dalam program MBG. Pemerintah seharusnya melandaskan perencanaan dan pengembangan program MBG melalui kebijakan berbasis bukti dan bebas dari konflik kepentingan,” kata CEO dan Founder CISDI Diah S. Saminarsih, dalam keterangannya, Sabtu, 6/7/2024.

Diah mengatakan, pemerintahan periode baru harus memprioritaskan kepentingan publik, terutama agenda-agenda pembangunan untuk orang muda, kelompok rentan, hingga masyarakat adat. Diketahui, MBG adalah program andalan Presiden terpilih Prabowo Subianto.

Menurut Diah, beberapa pihak swasta dan industri telah menguji coba program tersebut dalam berbagai simulasi. Namun, keterlibatan swasta bisa menjadi bumerang jika program belum resmi berjalan.

“Karena belum adanya payung hukum, petunjuk pelaksanaan, atau panduan yang jelas, dikhawatirkan industri akan memasukkan produk tinggi gula, garam, lemak selama uji coba dengan alasan membantu mengatasi persoalan gizi,” ujarnya.

Lalu, lanjut Diah, pemerintah juga perlu memastikan program MBG tidak bertentangan dengan target atau program kesehatan yang sedang berjalan, seperti menurunkan beban obesitas dan penyakit diabetes melitus.

“Salah satu target pembangunan kesehatan yang mendesak dijalankan adalah membangun lingkungan pangan yang sehat,” ucapnya.

Mengutip Survei Kesehatan Indonesia 2023, 47,5 persen masyarakat Indonesia masih mengonsumsi minuman berpemanis lebih dari satu kali sehari.

Selain itu, 91,3 persen masyarakat juga mengaku mudah mengakses minuman tinggi gula dan pangan olahan ultra. Pola konsumsi ini terjadi karena belum ada regulasi yang mengatur peredaran pangan tinggi GGL.

Diah menyebut, salah satu langkah untuk menciptakan lingkungan pangan sehat adalah penerapan cukai MBDK. Saat ini, Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan telah menyusun rencana pengenaan cukai MBDK sejak 2016. Namun, implementasi kebijakan ini selalu ditunda.

“Beberapa studi dan riset CISDI menunjukkan, cukai MBDK efektif menekan konsumsi minuman tinggi gula. Karena itu, kami mengkhawatirkan masuknya industri pangan tinggi GGL dalam program MBG berisiko menghambat penerapan cukai MBDK dan pengendalian pangan tinggi GGL,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Diah menuturkan, seharusnya program MBG mendorong kedaulatan dan diversifikasi pangan lokal agar berdampak langsung pada masyarakat, dengan memperhatikan lokalitas serta keselarasan ekologis.

“CISDI melihat masyarakat sipil, terutama pegiat gizi komunitas, populasi rentan, hingga masyarakat adat, seharusnya terlibat secara bermakna agar program MBG dapat mencapai tujuan meningkatkan status gizi generasi muda, untuk mencapai Indonesia Emas 2045,” tuturnya.

Menurut Diah, di satu sisi program MBG berpotensi mengatasi masalah kelaparan dan memastikan anak tidak putus sekolah, tetapi bukan solusi tunggal untuk masalah kesehatan serta gizi masyarakat.

“Jangan sampai program ini terasa memadamkan api di satu titik, tapi malah membiarkan api di titik lain masih menyala atau malah semakin besar,” terangnya.

Berdasarkan catatan tersebut, CISDI mendorong pemerintah dan Tim Transisi Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka untuk:

  1. Mengkaji ulang kerja sama publik-swasta dalam penyelenggaraan program MBG dengan mempertimbangkan aspek kesehatan masyarakat.
  2. Menyesuaikan perencanaan dan penganggaran program MBG dengan konteks lokal, target, dan kompleksitas wilayah pelaksanaan untuk mendorong kedaulatan pangan lokal.
  3. Segera mengesahkan cukai MBDK dengan rasionalitas dan pertimbangan berbasis bukti tanpa keterlibatan industri.
  4. Mendorong mekanisme berkelanjutan yang memungkinkan keterlibatan masyarakat sipil atau aktor non-pemerintah secara bermakna tanpa konflik kepentingan.*

Laporan Ari Kurniansyah