Minggu, 06 Juli 2025
Menu

DPR RI Akui Sudah Beri Peringatan Sejak Lama Soal Medsos Rambah E-commerce

Redaksi
Luluk Nur Hamidah, Anggota DPR Komisi VI
Luluk Nur Hamidah, Anggota DPR Komisi VI | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – DPR RI mengaku telah memberikan peringatan kepada pemerintah terkait ancaman media sosial yang lambat laun merambah dunia E-commerce, seperti TikTok.

Hal ini diungkapkan oleh Anggota Komisi VI, Luluk Nur Hamidah yang mengaku telah memberikan respons terkait dengan tren aplikasi TikTok yang seolah  saja beralih fungsi menjadi E-commerce.

“Sebenarnya sudah diingatkan, saya kira 5 tahun terakhir sudah cukup memberikan peringatan, pemerintah jangan sampai kalah cepat,” katanya, kepada Forum Keadilan, Kamis, 14/9/2023.

Luluk juga mengaku khawatir pembiaran terus terjadi mengingat masih tidak adanya batasan dan peraturan yang jelas mengenai produk-produk impor melalui media sosial TikTok.

Ia bahkan menegaskan hal ini dekat dengan praktik monopoli.

“Ini sangat dekat dengan praktik monopoli dan ini tentu mengancam para pelaku bisnis lokal dan UMKM. Karena Tiktok ini ternyata juga tidak pilih-pilih produk sehingga semua itu bisa diperdagangkan disana, tetapi khususnya yang terkait dengan sektor UMKM ya pasti lama-lama akan gulung tikar juga,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengaku pernah membahas terkait ancaman media sosial yang merambah E-commerce ini.

“Kita berhenti berproduksi, kita malah menjadi marketingnya produk mereka (Tiongkok), jadi kita ini market sekaligus menjadi marketing produk asing, kita tidak lagi memiliki kemampuan produksi dari sisi cost, tampilan, sisi packingnya dari kemampuannya untuk penetrasi pasar, sudah gak mungkin bersaing dengan TikTok, karena perusahaan besar itu juga memiliki teknologi yang dapat membaca algoritma itu,” tuturnya.

Bukan lagi ranah UMKM, Luluk mengungkapkan jika masalah TikTok ini sudah menjadi tanggung jawab negara.

Mendukung revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang perizinan Usaha, Perikanan, Pembinaan, dan Pengawasa Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) menjadi salah satu solusinya.

“Nah merevisi Permendag itu memang harus karena kebutuhan dan diharapkan Mendag secepatnya bisa melakukan kajian yang lebih serius dan merevisi peraturan, kajian itu penting karena untuk membuat aturan revisi yang lebih komprehensif dan juga bisa memitigasi risiko lain di masa depan. Namun, Permendag ini jangan dibuat dengan emosional, tapi dengan kajian, tetapi tidak boleh lambat juga, jadi harus tepat, ini yang paling penting,” ungkapnya.

Lalu secara tegas ia berharap media sosial dan E-commerce itu dibedakan.

“Karena kalau tidak dibedakan misalnya perusahaan-perusahaan semacam TikTok, yang lain juga pasti bakal muncul dong, yang menyiapkan platform sejenis, yang akan menggempur pasar kita,” ucapnya.

Bukan tanpa alasan, ia melihat pasar Indonesia sudah bisa dibaca oleh produsen luar.

“Khususnya juga produknya yang murah, misalnya kita cari di daftar pasti sudah muncul aja kata kunci produk murah, dan kata kunci yang murah ya pasti yang menyediakan itu mereka, dan yang punya itu juga mereka,” tegasnya.

Disisi lain, ada tantangan bagi pemerintah dalam menyiapkan transformasi digital yang terkait dengan merencanakan larangan TikTok Shop di Indonesia.

“Jadi selain melarang kita juga harus menyiapkan diri atas transformasi digital yang memang sesuai dengan tantangan zaman, kita juga tidak ingin kembali ke masa lampau yang semuanya bisnis itu dilakukan melalui praktek manual dengan cara manual ketemu pelanggan dan penjual yang Face to Face dan lain-lain. Nah ini kan sudah tidak mungkin kan, transformasi digital itu yang harus dipercepat dan sosialisasi serta aksesibilitas juga harus segera dilakukan dengan sungguh-sungguh,” tambahnya.

Salah satunya, Indonesia perlu menyamakan akses internet di semua wilayah hingga ke pelosok.

Ia pun mengingatkan tambahan anggaran untuk Kementerian harus bisa digunakan sebaik-baiknya dan fokus untuk meningkatkan kapasitas pelaku UMKM dan juga persiapan transformasi digital dan semacamnya. Selain itu, juga perlu adanya perangkat yang bisa melindungi pasar domestik.

“Kita harus memiliki perangkat yang bisa melindungi pasar domestik, melindungi ekonomi di dalam negeri, nah, itu tugasnya negara. Karena dari semua, misalnya Instagram, Tiktok, Alibaba, dan yang lain itu bukan punya kita. Akhirnya mereka semua yang menguasai pasar kita,” tandasnya. *

 

Laporan Novia Suhari