Rabu, 24 Desember 2025
Menu

2 Eks Pejabat Pertamina Didakwa Rugikan Keuangan Negara Lebih dari US$113 Juta

Redaksi
2 Pejabat Pertamina saat mendengarkan dakwaan jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 23/12/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
2 Pejabat Pertamina saat mendengarkan dakwaan jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 23/12/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Dua mantan petinggi PT Pertamina, yakni Direktur Gas periode 2012–2014 Hari Karyuliarto dan Senior Vice President (SVP) Gas & Power periode 2013–2014 Yenni Andayani, didakwa telah menyebabkan kerugian keuangan negara senilai US$113.839.186,60 dalam perkara dugaan korupsi pengadaan Liquefied Natural Gas (LNG) di PT Pertamina sepanjang 2011–2021.

Jaksa Penuntut Umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menyebut keduanya melakukan perbuatan melawan hukum yang dinilai memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, sehingga berdampak pada keuangan negara.

“Terdakwa I Hari Karyuliarto dan Terdakwa II Yenni Andayani melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum, melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, yang merugikan keuangan negara pada PT Pertamina (Persero) sebesar US$113.839.186,60,” ujar jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 23/12/2025.

Perbuatan dalam Dakwaan

Dalam dakwaan disebutkan, perbuatan tersebut dilakukan bersama-sama dengan Direktur Utama PT Pertamina periode 2009–2014 Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan.

Jaksa memaparkan, Hari Karyuliarto diduga tidak menyusun pedoman pengadaan LNG dari Cheniere Energy Inc. Ia juga menyetujui Term Sheet Corpus Christi Liquefaction yang mencantumkan formula harga tanpa mempertimbangkan harga yang sanggup dibayar calon pembeli domestik.

Selain itu, Hari disebut meminta persetujuan direksi secara sirkuler sebelum penandatanganan Perjanjian Jual Beli LNG Corpus Christi Liquefaction Train 1 tanpa mengusulkan adanya tanggapan tertulis dari direksi maupun persetujuan RUPS.

Ia juga menyetujui penandatanganan perjanjian tersebut meski belum terdapat pembeli LNG yang mengikat.

Jaksa juga menilai, Hari tidak menyusun dan melampirkan kajian keekonomian, analisis risiko, serta mitigasinya, termasuk tidak melampirkan draf Sales and Purchase Agreement (SPA) dalam memorandum permintaan persetujuan kepada direksi.

Tak hanya itu, Hari disebut melakukan pembicaraan dengan Cheniere Energy Inc. sejak Maret 2014 terkait rencana penambahan LNG Corpus Christi Liquefaction berdasarkan potential demand, bukan pembeli yang telah terikat kontrak. Ia juga menyetujui formula harga Train 2 yang lebih tinggi tanpa kajian risiko dan analisis keekonomian.

Dirinya turut mengusulkan kepada Karen Agustiawan untuk menandatangani surat kuasa yang memberinya kewenangan menandatangani SPA LNG Train 2, meski tanpa persetujuan direksi, tanggapan tertulis dewan komisaris, maupun persetujuan RUPS. Selanjutnya, ia menandatangani SPA LNG Train 2 dalam kondisi yang sama, tanpa adanya pembeli LNG yang telah diikat perjanjian.

Sementara itu, Yenni Andayani disebut mengusulkan penandatanganan Risalah Rapat Direksi (RRD) sirkuler terkait keputusan penandatanganan Perjanjian Jual Beli LNG Train 1 dan Train 2 Corpus Christi Liquefaction, meski tidak didukung kajian keekonomian, analisis risiko, dan mitigasinya, serta tanpa pembeli LNG yang telah terikat kontrak.

Yenni juga menandatangani SPA Train 1 pembelian LNG antara PT Pertamina dan Corpus Christi Liquefaction pada 4 Desember 2013 berdasarkan surat kuasa dari Karen Agustiawan, meskipun belum seluruh direksi menandatangani RRD, tidak ada tanggapan tertulis dari dewan komisaris, serta tanpa persetujuan RUPS dan pembeli LNG yang mengikat.

Atas perbuatannya, Hari Karyuliarto dan Yenni Andayani didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Kuasa Hukum Singgung Pembebasan Tom Lembong dan Ira Puspadewi

Tim hukum Hari Karyuliarto, Wa Ode Nur Zainab, menyinggung terkait pemberian abolisi terhadap eks Menteri Perdagangan (Mendag) Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan rehabilitasi eks Direktur Utama PT ASDP Ira Puspadewi yang diberikan Presiden Prabowo Subianto.

Dirinya menyerukan agar penegakan hukum dalam kasus ini selaras dengan ‘Zaman Baru’ di bawah Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menolak kriminalisasi profesional BUMN.

“Gelombang koreksi hukum untuk keadilan sedang terjadi, ditandai dengan rehabilitasi Ira Puspadewi (ASDP), serta pemberian abolisi dalam kasus Tom Lembong. Ini adalah sinyal kuat bahwa negara meminta APH ‘bertobat’ dari kebiasaan lamanya memidanakan risiko bisnis pejabat yang beritikad baik,” katanya.

Selain itu, ia juga menyoroti dakwaan jaksa penuntut umum yang tidak menerapkan Pasal 18 UU Tipikor terkait pembebanan uang pengganti kepada para Terdakwa.

“Ketiadaan Pasal 18 UU Tipikor perihal Uang Pengganti adalah pengakuan dari penuntut umum bahwa tidak ada suap, tidak ada kickback, dan tidak ada aliran dana ke klien kami,” kata Wa Ode.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi