Eks Sekretaris MA Nurhadi Singgung Kasus Pesawat Jet Kaesang di Sidang Eksepsi
FORUM KEADILAN – Bekas Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi menyinggung kasus pesawat jet anak Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi), Kaesang Pangarep, dalam sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU).
Dalam eksepsi tersebut, Nurhadi menilai bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan standar ganda antara kasus yang menjerarnya dengan kasus Kaesang.
Mulanya, kuasa hukum Nurhadi menyinggung kasus penerimaan fasilitas jet pribadi oleh Kaesang yang diberikan secara cuman-cuma.
“Apalah seorang manusia bernama Kaesang Pangarep, jika tidak dalam kapasitasnya sebagai putra Presiden? Apa mau oligarch menyediakan fasilitas untuk seorang Kaesang Pangarep jika dia bukan anak dari Presiden Joko Widodo?” kata salah satu pengacara Nurhadi di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Jumat, 28/11/2025.
Atas hal tersebut, kuasa hukum Nurhadi menilai bahwa lembaga antirasuah telah membela anak bungsu Jokowi yang dianggap menerima fasilitas dari oligarki.
Nurhadi juga menyindir eks Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang mengatakan bahwa penerimaan fasilitas jet Kaesang harus dibuktikan terlebih dahulu apakah pemberian fasilitas tersebut berkaitan dengan jabatan orang tuanya atau tidak.
Mereka juga turut menyindir eks Jubir KPK Tessa Mahardika yang menyebut bahwa lembaganya tidak berwenang memeriksa Kaesang karena dirinya bukan pegawai negeri atau penyelenggara negara.
“Nyata dan terang adanya, bagaimana perlakuan KPK terhadap Kaesang Pangarep yang menerima fasilitas pesawat dikatakan tidak ada kaitannya dengan kedudukan bapaknya Presiden Joko Widodo, berbeda dengan Rezky Herbiyono yang segala tindakannya selalu dikaitkan dengan Terdakwa Nurhadi,” katanya.
Oleh karena itu, kuasa hukum menilai bahwa terdapat standar ganda yang dilakukan KPK dalam menangani perkara Nurhadi dengan kasus pemberian fasilitas jet ke Kaesang Pangarep.
“Penuntut Umum telah menggunakan standar ganda dalam menentukan subjek Tersangka. Sehingga apabila majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo mengabaikan fakta tersebut maka akan menjadi preseden buruk bagi peradaban serta prinsip keadilan dalam penegakan hukum di republik ini,” katanya.
Dalam petitumnya, kuasa hukum meminta kepada majelis hakim untuk menerima eksepsi atau nota keberatan dari Nurhadi dan membatalkan dakwaan JPU.
“Menyatakan Dakwaan Penuntut Umum batal demi hukum atau setidaknya menyatakan Dakwaan Penuntut Umum tidak dapat diterima,” katanya.
Sebelumnya, Bekas Sekretaris MA Nurhadi Abdurrachman didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp137 miliar yang ia terima dari pengurusan perkara di lingkungan pengadilan. JPU KPK juga mendakwa Nurhadi melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp300 miliar.
“Menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp137.159.183.940 (miliar) dari para pihak yang berperkara di lingkungan pengadilan, baik ditingkatkan pertama, banding, kasasi maupun peninjauan kembali, yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” kata JPU di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa, 18/11.
Penuntut umum pada KPK menyebut bahwa Nurhadi menerima uang dari para pihak berperkara di lingkungan pengadilan, baik saat menjabat atau purna tugas dari jabatan Sekretaris MA.
Sedangkan pada dakwaan kedua, Jaksa menuntut Nurhadi melakukan TPPU yakni dengna menempatkan uang sebesar Rp307.260.571.463 (miliar) ke beberapa rekening atas nama Rezky Herbiyono, Soepriyo Waskito Adi, Yoga Dwi Hartiar, dan Calvin Pratama.
Atas perbuatannya, Nurhadi dijerat dengna Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor dan Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberanrasan TPPU juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
