Kamis, 20 November 2025
Menu

Komisi Reformasi Polri Akui Dukung Usulan Mediasi Soal Isu Ijazah Jokowi

Redaksi
Konpers Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshidiqie usai audiensi, di STIK-PTIK, Jakarta Selatan, pada Rabu, 19/11/2025. | Syahrul Baihaqi/ Forum Keadilan
Konpers Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshidiqie usai audiensi, di STIK-PTIK, Jakarta Selatan, pada Rabu, 19/11/2025. | Syahrul Baihaqi/ Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, mendukung usulan ijazah palsu Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dapat diselesaikan melalui jalur mediasi sebelum proses hukum dilanjutkan.

Usulan mediasi tersebut sebelumnya disampaikan oleh aktivis Faizal Assegaf dalam audiensi dengan Komisi Percepatan Reformasi Polri, di STIK-PTIK, Jakarta Selatan, pada Rabu, 19/11/2025.

“Muncul ide-ide, antara lain misalnya Pak Assegaf tadi mengusulkan, bagaimana bisa tidak mediasi? Oh bagus itu, coba tanya dulu mau enggak mereka dimediasi. Baik pihak Jokowi dan keluarga maupun pihak Roy Suryo dkk, mau enggak dimediasi,” jelas Jimly di PTIK, Jakarta, Rabu, 19/11/2025.

Jimly mengatakan bahwa persoalan ijazah palsu bukan isu baru dalam dunia politik Indonesia. Saat dirinya masih menjabat Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2004 lalu, perkara semacam ini telah muncul begitu banyak.

“Tahun 2004 yang pertama kali Pilpres dan Pemilu yang perselisihannya dibawa ke MK. Itu banyak sekali kasus ijazah palsu, banyak sekali. Maka tahun 2004 itu syarat jadi caleg SMP, atas dasar pengalaman itu kami bersama menyampaikan kepada pemerintah mesti ditingkatkan dong jangan SMP, mesti SMA ternyata tetep banyak juga ijazah palsu itu,” katanya.

Fenomena tersebut terus berulang. Dalam penanganan sengketa Pilkada 2024, Jimly mencatat dari 40 perkara yang disidangkan MK, tujuh di antaranya berkaitan dengan dugaan ijazah palsu.

Menurutnya, hal itu menandakan dua persoalan besar, yaitu ijazah palsu sering digunakan sebagai alat persaingan politik, dan administrasi kependudukan hingga sistem perijazahan negara masih sangat lemah.

Menurutnya, usulan mediasi sesuai dengan semangat restorative justice yang sudah diakomodasi dalam KUHP dan KUHAP baru. Dalam pendekatan ini, status tersangka tetap berjalan, namun para pihak diberi ruang mencapai titik temu sebelum perkara dilanjutkan ke persidangan.

“Jadi status tersangkanya tetap, tapi dimediasi dulu, kalau misalnya ada titik temu, bisa tidak dilanjutkan pidananya, tetapi kalau seandainya tidak berhasil ya lanjut, kan tidak apa-apa, kan ada forum lagi yang bisa membuktikan keaslian atau tidak asli,” ujarnya.

Tetapi, Jimly menegaskan, mediasi hanya dapat ditempuh bila pihak-pihak yang mengadukan, termasuk Roy Suryo Cs yang bersedia menanggung konsekuensi, baik bila tuduhannya terbukti benar maupun tidak.

“Syaratnya, Rismon dkk harus bersedia dengan segala konsekuensinya kalau terbukti sah atau terbukti tidak sah, itu masing-masing harus ada resiko, itulah kira-kira,” tuturnya.

Sebagai informasi, pada Rabu, 19/11/2025, Komisi Percepatan Reformasi Polri mengadakan audiensi dengan sejumlah tokoh dan akademisi, dengan tujuan menyerap aspirasi publik, hingga memperoleh masukan konstruktif dari masyarakat sipil.

Beberapa orang yang diundang dalam audiensi tersebut ialah Refly Harun, Faizal Assegaf, Said Didu, Munarman, Brigjen TNI (Purn) Moeryono, hingga Brigjen TNI (Purn) Sudarto. Dalam undangan tersebut juga ada nama Roy Suryo, Dokter Tifa, hingga Rismon Sianipar.

Roy Suryo, Dokter Tifa, hingga Rismon, sebelumnya telah ditetapkan oleh Polda Metro Jaya sebagai tersangka dugaan pencemaran nama baik terkait tudingan ijazah palsu yang dilaporkan oleh Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).*