Ketua MA Kembali Soroti Masalah Korupsi Peradilan di Refleksi Akhir Tahun 2025
FORUM KEADILAN – Ketua Mahkamah Agung (MA) Sunarto kembali menyoroti sejumlah faktor yang menjadi penyebab terjadinya korupsi di lingkungan peradilan. Masalah korupsi yudisial selalu menjadi sorotannya sejak awal kepemimpinan di MA, apalagi terdapat kasus-kasus besar yang menjerat hakim dalam kasus korupsi.
Hal tersebut disampaikan Sunarto dalam acara Refleksi Akhir Tahun Mahkamah Agung yang digelar di Gedung MA RI, Jakarta, Selasa, 30/12/2025.
Sunarto menyatakan, terdapat tiga faktor utama yang kerap menjadi pemicu terjadinya penyimpangan di lingkungan peradilan. Menurutnya, praktik korupsi dan penyimpangan yudisial tidak terjadi secara berdiri sendiri, melainkan dipengaruhi oleh faktor kebutuhan (need), kesempatan (chance), serta keserakahan (greed).
“Tiga faktor ini harus dipahami secara komprehensif agar upaya pencegahan dan penindakan dapat dilakukan secara tepat, terukur, dan berkeadilan,” tegasnya.
Sunarto menjelaskan, untuk menekan penyimpangan yang bersumber dari faktor kebutuhan, Mahkamah Agung secara berkelanjutan mendorong peningkatan kesejahteraan hakim dan aparatur peradilan.
Ia menilai, pemenuhan kebutuhan dasar serta jaminan kesejahteraan merupakan fondasi penting bagi tumbuhnya kecenderungan dan keteguhan integritas dalam menjalankan tugas-tugas yudisial.
“Sementara untuk mengatasi penyimpangan yang timbul akibat adanya kesempatan, diantisipasi melalui penguatan sistem pengawasan yang terintegrasi, termasuk penerapan Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP),” bebernya.
Adapun terhadap praktik korupsi yang didorong oleh keserakahan, Sunarto menegaskan sikap tanpa kompromi.
Dirinya juga menyatakan bahwa penindakan tegas diibaratkan sebagai tindakan amputasi yang harus dilakukan demi menyelamatkan tubuh peradilan secara keseluruhan serta menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.
Di sisi lain, lembaga peradilan saat ini tengah berada dalam sorotan publik menyusul maraknya perkara korupsi yang melibatkan hakim, termasuk mantan pejabat hingga pensiunan peradilan. Salah satu kasus yang mencuat adalah suap vonis lepas terhadap Gregorius Ronald Tannur yang disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pada 2024.
Perkara tersebut menyeret majelis hakim yang mengadili perkara pidana umum itu, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Selain itu, kasus ini juga melibatkan mantan Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono serta mantan pejabat MA Zarof Ricar. Total nilai suap mencapai Rp1 miliar dan SG$308 ribu atau setara Rp3,6 miliar yang berasal dari pengacara Ronald Tannur saat itu, Lisa Rachmat.
Kasus lainnya adalah dugaan suap vonis ontslag atau lepas dalam perkara korupsi crude palm oil (CPO) minyak goreng dengan terdakwa tiga korporasi besar, yakni Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Permata Hijau Group. Dalam perkara ini, majelis hakim yang mengadili terdiri atas Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Perkara tersebut turut menyeret mantan Wakil Ketua PN Jakarta Pusat M. Arif Nuryanta serta panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan. Nilai suap yang terungkap mencapai Rp40 miliar dan diduga diberikan oleh pengacara para terdakwa korporasi, yakni Ariyanto Bakri, Marcella Santoso, serta M. Syafei selaku perwakilan Wilmar Group.
Para terdakwa dari unsur penyelenggara negara telah dijatuhi vonis dan saat ini mengajukan banding di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Sementara itu, para terdakwa dari kalangan pengacara dan pihak swasta masih menjalani proses persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
