Senin, 29 Desember 2025
Menu

Judi Online Harus Ditetapkan sebagai Bencana Nasional

Redaksi
Ilustrasi Judi Online | Ist
Ilustrasi Judi Online | Ist
Bagikan:

Kolonel (Purn) Sri Radjasa Chandra MBA

 

Pemerhati Intelijen

 

FORUM KEADILAN – Alinea keempat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 secara tegas mengamanatkan pemerintah Negara Republik Indonesia dibentuk untuk melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Delapan puluh tahun sudah pintu gerbang kemerdekaan Indonesia dilalui, tidak dapat dipungkiri adanya perubahan kehidupan bangsa Indonesia yang modern.

Tetapi ironinya hanya satu yang abadi, yaitu kemiskinan rakyat yang tidak beranjak dari sejak kemerdekaan Indonesia diproklamirkan. Cita-cita adil makmur sebagaimana diamanatkan oleh para pendiri bangsa, tergerus oleh ketamakan para penyelenggara negara yang gemar mengeksploitasi rakyat, demi mereguk kenikmatan kekuasaan. Korupsi, otoritarianisme, politik dinasti, tidak sekadar menjadi budaya tetapi telah ditempatkan sebagai ibadah fardu ain oleh para penguasa negara.

Bencana alam yang merenggut nyawa ribuan rakyat kecil, judi online (judol) yang membuat rakyat kecil semakin terpuruk dalam kemiskinan, dan penegakan hukum yang justru membunuh rakyat tidak bersalah, hanya dipandang sebagai nasib terlahir sebagai rakyat jelata. Negara dengan atribut kekuasaannya, hadir manakala kepentingan kekuasaannya terusik. Hukum tegak demi mengawal kepentingan politik kekuasaan. Aparat penegak hukum dengan jumawa bangga menjadi centeng para cukong dan oligarki. Reformasi diframing sebagai era baru lahirnya supremasi sipil yang mengusung semangat demokrasi, justru menjadikan reformasi sebagai bidan lahirnya anak haram oligarki dan para pemimpin berwatak otoritarian personality yang menjadi monster pemangsa bangsa sendiri. Selama ini, APH di Indonesia hanya menyasar korban judol kecil, bukan bandar.

Demi melawan lupa tentang sikap politik penguasa negara dalam menghadapi bencana alam di Sumatra dan Aceh yang sedang terjadi, memori kolektif bangsa ini perlu diusik tentang ancaman judol yang mendera bangsa ini. Mencermati dampak kerugian yang diderita oleh rakyat kecil akibat praktik judol amat fantastik di antaranya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat sampai dengan kuartal III tahun 2025 judol meraup keuntungan sebesar Rp155,4 triliun, tercatat lebih dari 1 juta pemain aktif judol dan masih menyasar kepada kelompok rentan seperti anak-anak usia sekolah (15 tahun). Ironinya, fakta membuktikan maraknya judol di Indonesia, karena adanya peran oknum petinggi negara, aparat hukum dan institusi jasa keuangan, terlibat ikut mereguk nikmatnya uang haram dari judol. Oleh karenanya, negara kali ini harus berani menyatakan judol sebagai bencana nasional, dihadapkan oleh kerugian materil maupun moril yang fantastik.

Apapun ceritanya tentang judol, faktor kemiskinan terstruktur yang menjangkiti masyarakat dan gaya hidup pejabat yang hedonis, menjadi pemicu maraknya judol di kalangan rakyat kecil, karena iming-iming menjadi kaya secara instan. Persoalan kemiskinan yang meluas, adalah tanggung jawab pemerintah sebagaimana amanat konstitusi. Begitu juga pemerintah bertanggung jawab atas penindakan hukum, terhadap terduga pelaku backing maupun bandar yang melibatkan petinggi negara. Diharapkan Presiden Prabowo Subianto tidak hanya prioritaskan memberi keleluasaan penambahan pos institusi sipil untuk Polri, tetapi juga perlu menguji profesionalisme Polri dalam mengayomi rakyat, terkait pemberantasan judol.

Fakta harus diungkap demi menyelamatkan bangsa ini, ketakutan hanya membuat bangsa ini mati dalam kesia-siaan. Harus dibangun mental pantang surut kebelakang, untuk menghadapi kejahatan oknum aparat hukum dan keamanan yang menjual negara ini kepada bandar judol. Ketika bahaya judol telah menjadi bencana nasional, maka Presiden selaku pemegang otoritas tertinggi kekuasaan negara dan pemerintahan, wajib menindaklanjuti temuan publik tentang fakta para stakeholder judol di Indonesia.

Aktivitas judol di Indonesia berlindung di bawah bisnis perusahaan jasa pembayaran (PJP) di antaranya dengan inisial PT DHB. Sekalipun DHB telah dicabut ijinnya oleh Bank Indonesia (BI), namun tetap beroperasi jika diamati dari server DHB memiliki korelasi dengan PT HSR yang memiliki merek dagang DP. Nama direktur dari DP yang tercantum di Kemehumkam An. NHM, diduga hanya nominee (orang yang sekedar dicantumkan namanya). Sementara alamat kantor yang tertera di wilayah batam, hanya sebagai penyamaran agar sulit terlacak. Kantor operasional DP tetap berada di kantor DHB di wilayah Jakarta selatan.

Praktek judol operator DHB dengan nilai transaksi harian mencapai ratusan milyar, ditemukan bukti bahwa gurita DHB yang dibantu oleh perusahaan jasa pembayaran DP, terafiliasi dengan 10 perusahaan berinisial PT YSI, PT HTI, PT BMS, PT MBA, PT TCA, PT MAA, PT GBK, PT KSP, PT LMP, PT DPI. Sejauh ini, king gambler dari praktik judol tetap tidak ada perubahan, yaitu owner DHB An JF. Diketahui, JF amat licik dan sulit terjerat hukum, karena adanya koneksi dengan oknum petinggi polisi dan institusi keuangan. Ketika publik berani mengungkap secara terang benderang soal judol yang telah menjadi musuh negara, jika negara masih saja gamang untuk memberantas judol, tidak berlebihan jika negeri ini dinamakan “Republik Bodor” dengan semboyan “biar tolol asal kesohor”.*