Rabu, 24 Desember 2025
Menu

Bertemu Sesepuh di Lirboyo, Gus Yahya Ungkap Ketidakadilan yang Dialaminya

Redaksi
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf bersama dengan jajarannya, di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, Rabu, 24/12/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf bersama dengan jajarannya, di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, Rabu, 24/12/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf mengungkapkan saat bertemu dengan para sesepuh dan Mustasyar PBNU dalam Musyawarah Kubro yang berlangsung di Pondok Pesantren Lirboyo. Dirinya mengaku diberi ruang untuk menyampaikan pandangannya secara langsung di hadapan para ulama sepuh.

Yahya menjelaskan, terdapat tiga hal utama, yang ia sampaikan dalam menyikapi persoalan yang berkembang saat ini. Pertama, hak pribadinya untuk diperlakukan secara adil. Ia menilai,dirinya tidak mendapatkan perlakuan yang adil ketika berbagai tuduhan dilontarkan kepadanya dalam forum Rapat Harian Syuriyah pada 20 November lalu, namun tidak ada kesempatan untuk memberikan klarifikasi.

“Dalam forum itu dilontarkan berbagai macam tuduhan kepada saya, sementara saya tidak boleh memberikan jawaban. Bahkan ketika peserta meminta agar saya dihadirkan, saya tetap tidak dihadirkan. Ini jelas perlakuan yang tidak adil,” katanya, di Kantor Pusat PBNU, Jakarta, Rabu, 24/12/2025.

Kedua, Yahya menegaskan pentingnya menjaga wibawa ulama. Menurutnya, Syuriyah merupakan forum para ulama yang keputusannya memiliki dampak besar kepada umat. Jika keputusan diambil dengan cara yang tidak adil, dikhawatirkan akan muncul persepsi bahwa tindakan tersebut dibenarkan secara syariat hanya karena dilakukan oleh ulama.

“Ini berbahaya jika kemudian masyarakat menganggap cara-cara yang tidak adil itu dibolehkan secara syariat. Wibawa ulama harus dijaga,” ujarnya.

Ketiga, Yahya menyatakan dirinya berkewajiban menjaga hak dan tatanan organisasi. Ia menekankan PBNU memiliki mekanisme dan aturan yang harus dipatuhi bersama, termasuk dalam menyelesaikan perbedaan pendapat di internal organisasi.

Menurut Yahya, jika terdapat ketidaksepakatan hingga keinginan untuk mengganti dirinya sebagai ketua umum. Ia mengajak untuk dilakukan melalui jalur yang sah menggunakan mekanisme Muktamar, bukan dengan cara-cara yang melompati aturan.

“Kalau tatanan organisasi diabaikan, maka keberadaan organisasi ini menjadi sia-sia. Seratus tahun sejarah NU akan menjadi tidak berarti jika aturan dan integritas organisasi diterabas begitu saja,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari