Kuasa Hukum Kerry: Tak Ada Oplosan BBM di Kasus Pertamina
FORUM KEADILAN – Kuasa hukum Muhammad Kerry Adrianto Riza, Hamdan Zoelfa, menegaskan bahwa dalam surat dakwaan tidak ada istilah oplosan bahan bakar minyak (BBM) di kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina.
“Tidak ada yang berkaitan dengan oplosan minyak yang disampaikan dalam konferensi pers yang awal itu,” kata Zoelva usai persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 16/12/2025.
Eks Ketua MK itu lantas menyinggung Kejaksaan Agung (Kejagung) yang kerap membunyikan isu pengoplosan BBM selama penyidikan hingga penahanan.
Apalagi, kata dia, Kejagung menyebut, kasus itu merugikan negara Rp968 triliun atau hampir Rp1 kuadriliun. Namun, surat dakwaan jaksa penuntut umum (JPU) justru tidak ada yang menyinggung pengoplosan BBM.
“Kalau mendengar dulu konferensi pers dari Kejaksaan Agung bahwa terjadi pengoplosan minyak yang merugikan negara, kuadriliun. Jadi sangat mengagetkan semua, tentu kita semua. Ternyata setelah mendengar dakwaan dari jaksa, dan juga proses persidangan yang sudah sampai kepada pembuktian saksi-jaksi ini, itu sama sekali tidak ada,” jelasnya.
Dirinya meyakini bahwa fakta-fakta yang terungkap di persidangan akan memperjelas perkara. Ia meyakini bahwa kleinnya tidak bersalah dalam kasus ini.
“Saya bela ini karena memang kebenaran. Ada hal yang tidak pas, yang tidak tepat dari jaksa mengajukan mereka sebagai terdakwa. Itulah sebab saya juga maju hari ini melalui sidang, karena saya miliki yakin yang sangat kuat bahwa mereka benar,” katanya.
Dalam surat dakwaan, jaksa merinci sejumlah perbuatan yang dinilai merugikan negara, salah satunya terkait kerja sama penyewaan terminal BBM Merak antara perusahaan terafiliasi dengan Kerry, yakni PT Jenggala Maritim dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak (OTM) Gading Ramadhan Joedo.
Jaksa menyebut bahwa ketiga perusahan tersebut meneken kerja sama penyewaan terminal BBM Merak dengan PT Pertamina Patra Niaga. Padahal, saat itu Pertamina belum membutuhkan terminal BBM tambahan.
Jaksa mengungkap, nilai kerugian dari kerja sama penyewaan tersebut mencapai Rp2,9 triliun. Selain itu, aset terminal BBM Merak justru tercatat sebagai milik PT OTM, bukan menjadi aset Pertamina.
Tak hanya itu, jaksa juga menyoroti kerugian negara dari ekspor dan impor minyak mentah yang dilakukan dengan prosedur bermasalah. Nilai kerugian akibat ekspor minyak mentah diperkirakan mencapai US$1.819.086.068,47, sementara dari impor minyak mentah sekitar US$570.267.741,36.
Lebih lanjut, jaksa menyebut adanya kerugian perekonomian negara senilai Rp171.997.835.294.293,00 akibat harga pengadaan BBM yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban ekonomi tambahan. Selain itu, terdapat keuntungan ilegal sebesar US$2.617.683,34 yang berasal dari selisih harga antara impor BBM melebihi kuota dan pembelian BBM dari dalam negeri.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
