MK Tolak Usulan Pembatasan Masa Jabatan Ketua Parpol Hanya 2 Periode
FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak usulan pembatasan masa jabatan ketua partai politik (parpol) hanya dua periode. Mahkamah menegaskan bahwa batasan masa jabatan ketua parpol tidak bisa disamakan dengan organisasi advokat.
Hal itu tertuang dalam putusan MK Nomor 194/PUU-XXIII/2025 yang menguji konstitusionalitas norma Pasal 22 dan 33 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 2/2008 tentang Partai Politik. Adapun permohonan tersebut dimohonkan oleh kader Dewan Pengurus Wilayah Partai Kebangkitan Bangsa (DPW PKB) Aceh Imran Mahfudi.
“Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di ruang sidang, Kamis, 27/11/2025.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menolak persandingan antara masa jabatan pimpinan parpol dengan pimpinan advokat. Mahkamah menilai bahwa peran dan fungsi advokat sama dengan lembaga peradilan dan penegak hukum, sehingga masa jabatan pimpinan organisasi advokat harus diatur secara eksplisit.
Meski pemohon menilai terdapat kesamaan antara organisasi advokat dan parpol, Mahkamah menyebut bahwa keduanya memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda dalam infrastruktur politik di Indonesia.
“Organisasi advokat tidak dapat begitu saja dipersamakan dengan organisasi lain, termasuk secara vis a vis mempersamakan dengan organisasi partai politik,” kata Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Dengan begitu, MK menilai bahwa permohonan Pemohon yang mengaitkan dengan Putusan MK Nomor 91/PUU-XX/2022 adalah tidak tepat. Mahkamah menegaskan bahwa pasal yang diuji tersebut telah mengamanatkan kepengurusan parpol di setiap tingkatan dipilih secara demokratis.
“Dalam hal ini, norma Pasal 22 UU 2/2008 yang mengamanatkan kepengurusan partai politik di setiap tingkatan dipilih secara demokratis melalui musyawarah adalah upaya pembentuk undang-undang untuk mengedepankan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat dalam proses pengisian kepengurusan partai politik,” katanya.
Namun, MK menyebut bahwa amanat itu haruslah dituangkan dalam anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga (AD/ART) parpol. Hal tersebut guna memastikan musyawarah untuk mencapai mufakat harus menjadi pilihan pertama dalam proses pengisian kepengurusan parpol.
MK juga menyebut berbagai model mekanisme pengisian kepengurusan parpol harus diatur secara eksplisit dalam AD/ART partai politik.
“Pada titik itu, ruang untuk melakukan perbaikan proses pengisian partai politik dapat dilakukan oleh setiap anggota dalam perumusan materi atau substansi anggaran dasar dan/atau anggaran rumah tangga partai politik,” katanya.
Atas pertimbangan tersebut, MK menilai bahwa pembatasan masa jabatan ketua parpol selama dua periode tidak beralasan menurut hukum.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
