MA Sebut Rehabilitasi Eks Dirut ASDP Ira Puspadewi Hak Istimewa Presiden
FORUM KEADILAN – Mahkamah Agung (MA) mengatakan bahwa pemberian rehabilitasi terhadap eks Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) Ira Puspadewi merupakan hak istimewa Presiden Prabowo Subianto.
Juru bicara MA Yanto mengatakan bahwa hak istimewa tersebut tertuang dalam Pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Adapun dalam ketentuan tersebut dijelaskan bahwa Presiden dapat memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA.
“Jadi itu hak istimewa yang diberikan kepada Presiden dan tentunya dengan pertimbangan yang lebih besar untuk kepentingan yang lebih besar,” kata Yanto dalam konferensi pers di Gedung MA, Rabu, 26/11/2025.
Lebih lanjut, Yanto mengungkapkan bahwa pemberian rehabilitasi tidak akan mengganggu jalannya proses hukum.
Apalagi, kata dia, Presiden tidak akan sembarangan memberi rehabilitasi, kecuali untuk kepentingan bangsa yang lebih besar.
“Sehingga antara putusan pengadilan dengan rehabilitasi tidak akan mengganggu. Hal biasa terjadi dalam ketatanegaraan kita,” tambahnya.
Saat ditanyai terkait pertimbangan Mahkamah dalam pemberian rehabilitasi kepada eks Dirut ASDP, Yanto mengaku dirinya tidak tahu-menahu soal pertimbangan tersebut karena bukan dirinya yang ditugaskan untuk membuat hal tersebut.
“Pertimbangannya saya belum baca, yang bikin biasanya ditunjuk Hakim Agung A, Hakim Agung B. Kebetulan saya tidak ditunjuk. Kalau saya ditanya isinya seperti apa ya harus ditanya ke yang buat,” katanya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto memutuskan untuk memberikan rehabilitasi kepada Ira Puspadewi dan dua koleganya, yakni Muhammad Yusuf Hadi selaku Direktur Komersial ASDP, dan Harry Muhammad Adhi Caksono selaku Direktur Perencanaan dan Pengembangan.
Pemberian rehabilitasi tersebut karena adanya aspirasi masyarakat yang datang ke DPR dan selanjutnya diteruskan ke pemerintah.
Adapun Ira Puspadewi divonis selama empat tahun dan enam bulan pidana penjara dalam kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) yang merugikan negara sebesar Rp1,25 triliun. Dirinya juga divonis membayar denda sebesar Rp500 juta.
Adapun vonis ini jauh lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut Ira selama selama delapan tahun enam bulan di kasus akuisisi PT JN yang rugikan negara sebesar Rp1,25 triliun. Dia juga dituntut agar membayar denda sebesar Rp500 juta subsider empat bulan kurungan.
Sementara itu, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode Juni 2020-sekarang Harry Muhammad Adhi Caksono dan Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Muhammad Yusuf Hadi divonis dengan pidana masing-masing empat tahun penjara dan denda sebesar Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Dalam pertimbangan meringankan, majelis hakim menilai bahwa perbuatan para terdakwa bukan kesalahan murni untuk melakukan korupsi, melainkan kelalaian berat. Para Terdakwa juga dinilai telah memberikan ‘legacy’ yang baik ke PT ASDP dan memiliki tanggungan keluarga.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
