Komisi IX DPR: Tidak Masalah SPPG Terafiliasi Parpol Asal Bertanggung Jawab
FORUM KEADILAN – Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi Partai NasDem Irma Chaniago menanggapi temuan Indonesia Corruption Watch (ICW) terkait adanya dugaan afiliasi politik dalam pengelolaan Yayasan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Menurutnya, keterlibatan pihak dengan latar belakang partai politik bukanlah persoalan selama proses pengelolaan berjalan sesuai aturan dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Bagi saya pribadi, tidak penting itu siapa yang mengusahakan. Sepanjang mereka bertanggung jawab dengan SPPG-nya, dan tidak ada yang menyalahi, tidak ada yang keracunan dan lain sebagainya, saya kira tidak ada masalah,” katanya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 26/11/2025.
Irma menjelaskan, dalam pengelolaan SPPG tidak hanya melibatkan unsur politik, tetapi juga pihak lain seperti Polri dan TNI. Bahkan, ia menilai keterlibatan anggota DPR dalam yayasan SPPG dapat diterima selama tujuannya untuk mendukung pembangunan daerah dan tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.
“Kalau dari anggota DPR di Sulawesi yang kemarin diributkan, itu sah-sah saja sepanjang dia bertanggung jawab. Tapi yang harus dikedepankan, jangan juga dong misalnya sampai punya 40 lebih SPPG. Kalau 1–2 untuk dapilnya oke, tapi kalau sampai 40 itu namanya bisnis,” ujarnya.
Ia mengingatkan tujuan utama pembentukan SPPG sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Oleh karena itu, Irma menolak jika pengelolaan program justru dikuasai oleh kelompok modal besar atau korporasi sehingga mematikan keterlibatan pengusaha kecil dan masyarakat lokal.
“Kalau semuanya di-keep oleh orang-orang kaya raya, pengusaha besar, nanti pengusaha kecil enggak dapat apa-apa. Tapi pengusaha kecil juga enggak boleh yang secara finansial enggak cukup, karena nanti keracunan lagi,” jelasnya.
Irma menegaskan SPPG harus melibatkan masyarakat secara langsung agar rantai ekonomi berjalan dari bawah, mulai dari petani dan pemilik kebun, menuju pengumpul dan kemudian ke sentra pangan.
“Kalau yang megang semuanya korporasi, pasti mereka langsung ke penjual besar. Tidak akan melibatkan masyarakat umum. Kalau sekarang melibatkan masyarakat umum, masyarakat punya kebun, setor ke pengumpul, pengumpul ke SPPG. Itu yang sekarang berjalan,” pungkasnya.*
Laporan oleh: Novia Suhari
