Jaksa Cecar Saksi soal Alasan Hapus Chat di Kasus Pertamina
FORUM KEADILAN – Eks Manajer Account PT Pertamina International Shipping (PT PIS) Temmy Bernandi mengungkap alasan dirinya yang menghapus percakapan dengan eks Direktur Manajemen Risiko Pertamina Internasional Shipping (PIS) Muhammad Resa.
Hal itu ia ungkapkan ketika dirinya dihadirkan sebagai saksi oleh Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah PT Pertamina (Persero).
Mulanya, penuntut umum menanyakan terkait percakapan antara Temmy dengan Rese. Dirinya menjelaskan bahwa percakapan tersebut terkait laporan yang ia berikan saat Resa tengah cuti.
“Ini awalnya saya report aja, Pak, sebagai bawahan saya report ke Pak Resa apa yang sudah saya lakukan karena waktu itu seingat saya beliau ada cuti berapa hari ya, terus saya laporkan ke beliau,” katanya di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 25/11/2025.
Jaksa lantas menanyakan apakah percakapan tersebut masih tersimpan di ponsel-nya. Namun, dirinya menyebut percakapan itu sudah dihapus.
“(Dihapus) karena khawatir aja sih, Pak,” katanya.
Ia mengungkapkan bahwa dirinya menghapus percakapan tersebut karena khawatir ditanya-tanya. Tapi, dirinya membantah bahwa penghapusan tersebut karena ada yang memerintahkan chat itu.
“Tidak ada yang memerintahkan. Ya melihat (teman) yang lain aja sih, Pak,” katanya.
Sebelumnya, dalam surat dakwaan, jaksa memerinci sejumlah perbuatan yang dinilai merugikan negara, salah satunya terkait kerja sama penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak antara perusahaan terafiliasi dengan Kerry, yakni PT Jenggala Maritim dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo.
Jaksa menyebut bahwa ketiga perusahan tersebut meneken kerja sama penyewaan terminal BBM Merak dengan PT Pertamina Patra Niaga. Padahal, saat itu Pertamina belum membutuhkan terminal BBM tambahan.
Jaksa mengungkap, nilai kerugian dari kerja sama penyewaan tersebut mencapai Rp2,9 triliun. Selain itu, aset terminal BBM Merak justru tercatat sebagai milik PT OTM, bukan menjadi aset Pertamina.
Tak hanya itu, jaksa juga menyoroti kerugian negara dari ekspor dan impor minyak mentah yang dilakukan dengan prosedur bermasalah. Nilai kerugian akibat ekspor minyak mentah diperkirakan mencapai US$1.819.086.068,47, sementara dari impor minyak mentah sekitar US$570.267.741,36.
Lebih lanjut, jaksa menyebut adanya kerugian perekonomian negara senilai Rp171.997.835.294.293,00 (triliun) akibat harga pengadaan BBM yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban ekonomi tambahan. Selain itu, terdapat keuntungan ilegal sebesar US$2.617.683.34 (juta) yang berasal dari selisih harga antara impor BBM melebihi kuota dan pembelian BBM dari dalam negeri.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
