Terdakwa Hakim Djuyamto Tak Minta Dihukum Ringan, Tapi Secara Adil
FORUM KEADILAN – Hakim non-aktif Djuyamto meminta kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta agar tidak memberikan hukuman yang ringan, melainkan hukuman secara adil.
Hal itu ia sampaikan dalam sidang pembacaan duplik atas replik jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus suap vonis lepas ekspor minyak goreng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu, 19/11/2025.
“Saya selaku terdakwa, sebagaimana pleidoi terdahulu, tidak meminta hukuman seringan-ringannya, saya tegas meminta hukuman seadil-adilnya,” katanya di ruang sidang.
Ia juga mengatakan bahwa amanah yang diberikan kepada majelis hakim untuk mengadili dirinya dan para terdakwa hakim lain sekaligus untuk menegakkan keadilan di kasus ini.
“Kemudian saya juga mengingatkan bahwa penegakan hukum yang ditugaskan kepada Yang Mulia majelis hakim saya percaya adalah tidak hanya sekadar menegakkan hukum, tapi juga menegakkan keadilan sebagaimana ketentuan di dalam UU Kekuasaan Kehakiman,” katanya.
Sebelumnya, Djuyamto dan dua hakim tindak pidana korupsi yang menjatuhkan vonis lepas (onslag) dalam kasus ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak goreng dituntut selama 12 tahun pidana penjara.
Adapun ketiga hakim tersebut ialah Djuyamto, Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Di samping itu, Wahyu Gunawan selaku Panitera Muda Perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara (PN Jakut) juga dituntut selama 12 tahun penjara.
JPU pada Kejaksaan Agung (Kejagung) meyakini bahwa para Terdakwa telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
Di samping pidana penjara, jaksa juga menjatuhkan pidana denda terhadap para Terdakwa sebanyak Rp500 juta subsider enam bukan kurungan. Sementara untuk pidana tambahan berupa uang pengganti dengan hukuman berbeda.
Untuk hakim non aktif, Djuyamto, terdapat pidana tambahan uang pengganti sebesar Rp9,5 miliar. Sementara untuk dua anggota majelis hakim yang Agam dan Ali, keduanya harus membayar uang pengganti sebesar Rp6,2 miliar. Sedangkan untuk Wahyu Gunawan, dirinya harus membayar uang pengganti sebesar Rp2,4 miliar.
Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar setelah satu bulan putusan inkrah, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut. Apabila para terdakwa tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama lima tahun.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
