Tanggapi Pledoi, Jaksa Nilai Eks KPN Jakpus Cederai Integritas Lembaga Peradilan karena Terima Suap
FORUM KEADILAN – Jaksa penuntut umum (JPU) menilai Eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Muhammad Arif Nuryanta telah mencederai integritas lembaga peradilan karena diduga menerima suap dalam pengurusan perkara terdakwa tiga korporasi minyak goreng (migor).
Hal itu disampaikan JPU pada Kejaksaan Agung (Kejagung) saat membacakan replik atas pledoi Arif dalam sidang kasus dugaan suap vonis lepas (ontslag) pada kasus ekspor crude palm oil (CPO) alias migor.
Mulanya, jaksa menyebut bahwa Arif seharusnya menjaga profesionalisme, integritas, serta menjadi teladan bagi bawahannya saat menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakpus.
“Terdakwa Muhammad Arif Nuryanta dalam jabatannya seharusnya menjaga integritas dan profesionalisme, menjadi teladan dalam disiplin dan etika kerja, serta membimbing dan membina bawahannya,” ujar jaksa di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 12/11/2025.
Namun, kata jaksa, Arif justru melakukan pertemuan dengan pihak-pihak yang berperkara guna mengatur putusan sejumlah kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan Korporasi Wilmar Group, Permata Hijau Group, dan Musim Mas Group, agar diputus onslag atau bebas dari dakwaan.
“Apa yang dilakukan terdakwa dengan melakukan pertemuan-pertemuan dan menerima suap adalah perilaku korupsi yang bertentangan dengan kewajibannya, melanggar prinsip integritas, dan mencederai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan,” tegas jaksa.
Jaksa menilai, tindakan terdakwa justru bertolak belakang dengan semangat reformasi birokrasi dan upaya pemerintah dalam mewujudkan zona integritas menuju tata kelola pemerintahan yang bersih (good governance) di lingkungan peradilan.
Menurut JPU, proses hukum terhadap Arif merupakan bagian dari upaya menegakkan hukum terhadap perilaku koruptif yang dilakukan oleh aparat internal birokrasi sendiri.
“Perilaku korupsi demikian perlu dilakukan penertiban, pemidanaan, dan penjeraan bagi pelakunya, sekaligus menjadi peringatan bagi masyarakat luas,” ujar jaksa.
Atas dasar itu, JPU menilai seluruh dalil pembelaan yang disampaikan penasihat hukum terdakwa tidak berdasar dan meminta agar majelis hakim menolak seluruhnya.
Sebelumnya, JPU Kejagung meyakini bahwa Arif telah terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam menerima suap.
Jaksa menuntut Arif dengan pidana penjara selama 15 tahun. Penuntut umum juga menuntut Arif dengan pidana denda sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan. Selain itu, ia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp15,7 miliar.
Apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar setelah satu bulan putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita dan dilelang untuk melunasi uang pengganti. Jika harta bendanya tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana penjara selama enam tahun.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi
