Selasa, 04 November 2025
Menu

Arti Strategis Pembentukan Koarmada IV dan V TNI AL

Redaksi
Ilustrasi TNI Angkatan Laut (AL) | Ist
Ilustrasi TNI Angkatan Laut (AL) | Ist
Bagikan:

Selamat Ginting


Pengamat Politik dan Militer Universitas Nasional (UNAS)

 

Pendahuluan

Langkah TNI Angkatan Laut (AL) untuk segera membentuk Komando Armada (Koarmada) IV di Kalimantan Timur dan Koarmada V di Maluku merupakan keputusan strategis yang layak mendapat perhatian publik. Kebijakan ini bukan sekadar penambahan struktur organisasi militer saja. Melainkan juga refleksi dari pergeseran orientasi pertahanan nasional menuju konsep pertahanan maritim yang adaptif terhadap dinamika geopolitik Indo-Pasifik.

Perubahan Postur dan Arah Baru Pertahanan Laut

Selama ini, kekuatan utama TNI AL bertumpu pada tiga Koarmada: Koarmada I di Jakarta (wilayah barat), Koarmada II di Surabaya (wilayah tengah), dan Koarmada III di Sorong (wilayah timur). Pembentukan dua Koarmada tambahan menandai babak baru dalam penyebaran kekuatan laut Indonesia.

Konsep yang melandasi kebijakan ini adalah Pertahanan Pulau-Pulau Besar dan Gugusan Pulau Strategis (GPPS). Upaya menata kekuatan pertahanan sesuai karakter geografis Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Dengan demikian, Koarmada IV dan V akan menjadi penopang baru sistem pertahanan berlapis, yang tidak lagi terpusat di Jawa, tetapi tersebar sesuai potensi ancaman dan nilai strategis wilayah.

Dua Titik Tumpu Maritim Baru

Penempatan Koarmada IV di Kalimantan Timur memiliki nilai simbolik dan strategis. Daerah ini adalah lokasi Ibu Kota Nusantara (IKN), yang akan menjadi pusat pemerintahan baru Indonesia. Dengan adanya Koarmada baru, TNI AL memastikan bahwa kawasan pesisir dan perairan sekitar IKN, termasuk Selat Makassar yang menjadi jalur vital perdagangan domestik dan internasional, dalam kondisi aman dari ancaman laut, baik tradisional maupun non-tradisional.

Sedangkan Koarmada V di Maluku akan memperkuat posisi Indonesia di kawasan timur. Wilayah Maluku berada di sekitar Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) III, jalur pelayaran internasional yang menghubungkan Samudra Pasifik dan Laut Arafura. Dengan pembentukan Koarmada di sana, Indonesia menegaskan kedaulatannya atas wilayah laut strategis yang kerap menjadi titik perhatian dunia.

Dimensi Politik dan Diplomasi Pertahanan

Dari sudut pandang politik pertahanan, pembentukan Koarmada baru mengirim sinyal kuat kepada dunia internasional bahwa Indonesia serius membangun pertahanan maritim yang kredibel dan mandiri. Langkah ini sejalan dengan visi Poros Maritim Dunia dan prinsip politik luar negeri bebas aktif, yakni memperkuat diri tanpa harus berpihak pada blok militer tertentu.

Kehadiran Koarmada di kawasan timur dan tengah juga akan memperkuat kerja sama keamanan laut dengan negara-negara tetangga. Dalam konteks Indo-Pasifik yang kian kompetitif, kemampuan Indonesia menjaga stabilitas perairan sendiri merupakan bentuk diplomasi pertahanan yang efektif: membangun kekuatan untuk menjaga perdamaian.

Efektivitas Operasional dan Tantangan Implementasi

Setiap Koarmada memiliki satuan operasional seperti Gugus Tempur Laut (Guspurla) dan Gugus Keamanan Laut (Guskamla), serta satuan pelaksana seperti Komando Penyelam dan Penyelamatan Bawah Air (Koppeba), Komando Operasi Kapal Selam (Koopskasel), dan Pusat Komando Pasukan Katak (Puskopaska). Struktur ini memungkinkan operasi laut terpadu dan respons cepat terhadap ancaman, mulai dari penyelundupan, perompakan, hingga pelanggaran wilayah oleh kapal asing.

Namun, penguatan struktur harus dibarengi kesiapan sumber daya manusia dan teknologi. Tantangan terbesar terletak pada modernisasi alutsista, pembangunan pangkalan, dan ketersediaan anggaran pertahanan. Pembangunan Koarmada baru tidak boleh hanya menjadi proyek simbolik, tetapi harus benar-benar memperkuat kemampuan tempur dan kesiapsiagaan maritim Indonesia.

Penutup

Dalam jangka panjang, pembentukan Koarmada IV dan V adalah bagian dari upaya menegaskan kembali jati diri Indonesia sebagai bangsa bahari. Selama puluhan tahun, orientasi pertahanan cenderung darat-sentris. Kini, dengan dinamika geopolitik dan potensi sumber daya laut yang begitu besar, sudah saatnya laut menjadi panggung utama kekuatan nasional.

Pembangunan kekuatan maritim bukan hanya untuk perang, tetapi untuk menjaga stabilitas, melindungi sumber daya, dan mengamankan masa depan bangsa. Dengan postur baru yang lebih menyebar, TNI AL tidak hanya menjaga kedaulatan di garis depan, tetapi juga menjadi penopang diplomasi, ekonomi, dan identitas Indonesia sebagai poros maritim dunia.*