Mengapa Multitasking Tidak Selalu Efisien untuk Produktivitas

FORUM KEADILAN – Di era serba cepat seperti sekarang, kemampuan multitasking sering dianggap sebagai keahlian yang wajib dimiliki. Banyak orang merasa bangga bisa melakukan beberapa hal sekaligus—menjawab pesan sambil bekerja, mendengarkan podcast sambil menulis laporan, atau bahkan mengerjakan tugas kantor sambil menyiapkan makan siang. Namun, benarkah multitasking benar-benar meningkatkan produktivitas, atau justru sebaliknya?
Multitasking adalah kemampuan seseorang untuk melakukan dua atau lebih kegiatan dalam waktu yang sama. Meski terdengar efisien, otak manusia sebenarnya tidak dirancang untuk fokus pada beberapa hal sekaligus. Menurut berbagai penelitian, otak hanya dapat berpindah fokus dengan cepat dari satu tugas ke tugas lain, bukan benar-benar mengerjakan dua hal dalam waktu bersamaan. Proses ini disebut task switching, dan justru dapat menguras energi mental lebih banyak.
Multitasking Menurunkan Fokus dan Kualitas Kerja
Salah satu efek paling nyata dari multitasking adalah turunnya kemampuan konsentrasi. Setiap kali seseorang berpindah dari satu tugas ke tugas lain, otak membutuhkan waktu beberapa detik hingga menit untuk menyesuaikan diri. Akibatnya, pekerjaan yang seharusnya selesai lebih cepat justru memakan waktu lebih lama.
Selain itu, multitasking dapat menurunkan kualitas hasil kerja. Misalnya, saat seseorang mengetik laporan sambil membalas pesan, kemungkinan besar akan terjadi kesalahan ketik atau data yang terlewat. Hal ini karena perhatian terbagi, sehingga detail kecil sering kali tidak tertangkap dengan baik.
Dampak Multitasking pada Kesehatan Mental
Tidak hanya memengaruhi produktivitas, multitasking juga berdampak pada kesehatan mental. Ketika otak terus-menerus dipaksa untuk berganti fokus, tingkat stres meningkat. Rasa cemas, mudah lelah, dan sulit berkonsentrasi adalah efek jangka pendek yang sering muncul.
Dalam jangka panjang, kebiasaan multitasking dapat menurunkan kapasitas memori jangka pendek dan memperburuk kemampuan pengambilan keputusan. Otak menjadi lebih mudah “overload” karena informasi yang masuk terlalu banyak dan tidak diolah secara mendalam.
Mitos Efisiensi yang Perlu Diluruskan
Banyak orang menganggap multitasking sebagai bentuk efisiensi modern. Padahal, penelitian dari Stanford University menunjukkan bahwa orang yang sering multitasking justru memiliki kinerja kognitif yang lebih rendah dibanding mereka yang fokus pada satu tugas. Multitasking membuat seseorang tampak sibuk, tetapi tidak selalu berarti produktif.
Sebaliknya, bekerja dengan metode single-tasking—fokus penuh pada satu hal dalam satu waktu—terbukti lebih efektif dalam menjaga kualitas hasil dan kesehatan mental.
Cara Mengurangi Kebiasaan Multitasking
1. Prioritaskan tugas utama.
Buat daftar pekerjaan dan urutkan berdasarkan urgensi. Selesaikan satu tugas sebelum berpindah ke yang lain.
2. Batasi gangguan digital.
Matikan notifikasi sementara saat sedang fokus bekerja. Dengan begitu, otak tidak mudah terganggu oleh pesan masuk atau media sosial.
3. Gunakan teknik waktu fokus.
Terapkan metode seperti Pomodoro technique—fokus selama 25 menit, lalu istirahat 5 menit. Ini membantu menjaga konsentrasi tanpa merasa terbebani.
4. Latih kesadaran penuh (mindfulness).
Sadari apa yang sedang dikerjakan saat ini. Dengan mindfulness, kita lebih mudah fokus dan tidak mudah terdistraksi oleh hal lain.
Multitasking mungkin terlihat keren di permukaan, tetapi kenyataannya bisa menurunkan kualitas kerja, meningkatkan stres, dan membuat otak cepat lelah. Dalam dunia yang menuntut kecepatan, justru fokus dan kesadaran menjadi kunci produktivitas yang sebenarnya. Jadi, alih-alih melakukan banyak hal sekaligus, cobalah menyelesaikan satu per satu dengan penuh perhatian—hasilnya akan jauh lebih baik.*