Selasa, 21 Oktober 2025
Menu

Saksi Sebut Dugaan Tekanan Riza Chalid di Kasus Pertamina Hanya Berdasarkan Perasaan

Redaksi
Tiga terdakwa kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 20/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Tiga terdakwa kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 20/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Eks Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya Huktyanta menyebut, dugaan tekanan dari saudagar minyak Mohammad Riza Chalid hanya didasari pada perasaan belaka.

Hal itu ia ungkapkan ketika dirinya dihadirkan sebagai saksi untuk ketiga terdakwa yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim; serta Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak (OTM) dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina.

Mulanya, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung (JPU Kejagung) membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Hanung. Dalam BAP-nya, ia mengaku bahwa dirinya harus melaksanakan perintah dari eks Direktur Pertamina Karen Agustiawan. Jika tidak, dirinya akan diklasifikasikan sebagai pembangkang.

Selain itu, dalam BAP itu disebutkan bahwa jika Hanung tidak menandatangani persetujuan OE (Owner’s Estimate) atau HPS (Harga Perkiraan Sendiri), penunjukan pemenang langsung, dan penandatanganan perjanjian jasa penerimaan penyimpanan dan penyerahan BBM dengan PT Oil Tanking Merak, dia akan dicopot karena tekanan dari Mohammad Riza Chalid.

“Tekanan tersebut saya rasakan saat itu dan salah satunya sinyalnya adalah kedatangan Irawan Prakoso sebagai orang kepercayaan Mohammad Riza Chalid yang menyampaikan kekecewaan Mohammad Riza Chalid terkait proses rencana sewa storage Oil Tanking Merak yang diajukan oleh Saudara Gading Ramadhan Joedo selaku Direktur Utama PT Oil Tanking Merak yang merupakan afiliasi dan salah satu orang kepercayaan dari Mohammad Riza Chalid,” kata jaksa membacakan BAP Hanung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin, 20/10/2025.

Jaksa lantas menanyakan apa hubungan antara hal tersebut dengan Riza Chalid, namun Hanung menjelaskan tidak ada hubungan langsung.

“Terus Saudara bisa di BAP ini menyimpulkan itu ada tekanan?” tanya jaksa.

“Hanya dugaan saya yang tidak ada bukti atau clue apa pun. Tidak ada dugaan,” tambahnya.

Jaksa lantas menanyakan kedekatan antara Riza Chalid dengan Karen Agustiawan. Namun, saksi menyebut bahwa dirinya tidak tahu pasti dan hanya dugaan belaka.

Jaksa kembali menanyakan apakah dirinya dijadikan sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga berdasarkan keterlibatan Riza Chalid, namun ia membantahnya.

“Tidak. Tetapi saya berpikiran kemungkinan Saudara Riza Chalid ini mempunyai peran untuk mendorong saya ke posisi tersebut,” tambahnya.

Penuntut Umum lantas kembali menanyakan ihwal kehadiran Irawan Prakoso yang menurutnya ada kaitannya dengan Riza Chalid.

“Apakah ketika keinginan atau permintaan Irawan Prokoso tidak digubris misalkan oleh Saudara, ada konsekuensi terhadap pekerjaan atau jabatan Saudara?” tanya jaksa.

Meski demikian, Hanung menegaskan bahwa perasaan tertekan tersebut hanya sebatas dugaan pribadi tanpa bukti konkret.

“Yang pasti secara verbal itu tidak terucap. Tetapi, mohon maaf saya sebagai manusia punya perasaan, punya rasa, saya berpikir kurang lebih seperti itu. Tetapi saya tidak ada bukti bahwa itu memang terjadi atau semacam perasaan saya saja Pak Jaksa,” katanya.

Pada kesempatan terpisah, pengacara Kerry, Lingga Nugraha menyebut bahwa kesaksian Hanung membantah surat dakwaan jaksa, yakni terkait tudingan keterlibatan dan intervensi Riza Chalid dalam kebijakan Pertamina.

Lingga menyebut bahwa dugaan tersebut hanya didasari pada perasaan saksi tanpa adanya bukti yang nyata.

“Bicara intervensi yang kami tanyakan, intervensi seperti apa? Ternyata pada kesaksian (Hanung) tidak ada bentuk intervensi yang nyata,” tegasnya.

Sebelumnya, JPU Kejagung mendakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza bersama para terdakwa lainnya telah menyebabkan kerugian keuangan negara yang ditaksir mencapai Rp 285,1 triliun.

Dalam surat dakwaan, jaksa memerinci sejumlah perbuatan yang dinilai merugikan negara, salah satunya terkait kerja sama penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak antara perusahaan terafiliasi dengan Kerry, yakni PT Jenggala Maritim dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo.

Jaksa menyebut bahwa ketiga perusahan tersebut meneken kerja sama penyewaan terminal BBM Merak dengan PT Pertamina Patra Niaga. Padahal, saat itu Pertamina belum membutuhkan terminal BBM tambahan.

Jaksa mengungkap, nilai kerugian dari kerja sama penyewaan tersebut mencapai Rp2,9 triliun. Selain itu, aset terminal BBM Merak justru tercatat sebagai milik PT OTM, bukan menjadi aset Pertamina.

Tak hanya itu, jaksa juga menyoroti kerugian negara dari ekspor dan impor minyak mentah yang dilakukan dengan prosedur bermasalah. Nilai kerugian akibat ekspor minyak mentah diperkirakan mencapai US$1.819.086.068,47, sementara dari impor minyak mentah sekitar US$570.267.741,36.

Lebih lanjut, jaksa menyebut adanya kerugian perekonomian negara senilai Rp171.997.835.294.293,00 triliun akibat harga pengadaan BBM yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban ekonomi tambahan. Selain itu, terdapat keuntungan ilegal sebesar US$2.617.683.34 yang berasal dari selisih harga antara impor BBM melebihi kuota dan pembelian BBM dari dalam negeri.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi