Selasa, 21 Oktober 2025
Menu

Saksi: Pertamina Bisa Rugi Rp150 Miliar per Tahun Jika Perusahaan Anak Riza Chalid Tutup

Redaksi
Tiga terdakwa kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 20/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Tiga terdakwa kasus korupsi tata kelola minyak mentah di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 20/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Eks Vice President Supply dan Distribusi PT Pertamina tahun 2011-2015 Alfian Nasution mengungkapkan bahwa penghentian operasi PT Orbit Terminal Merak (OTM) dapat menimbulkan beban tambahan ke Pertamina hingga Rp150 miliar per tahun.

Adapun PT OTM merupakan perusahaan milik Mohammad Riza Chalid, di mana anaknya, Muhammad Kerry Andrianto Riza, memiliki saham sebesar 60 persen di perusahaan tersebut.

Hal itu ia ungkapkan ketika dirinya dihadirkan sebagai saksi untuk ketiga terdakwa yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa; Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan Komisaris PT Jenggala Maritim; serta Gading Ramadhan Joedo selaku Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Direktur Utama PT OTM dalam sidang kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang Pertamina.

Mulanya, Kerry menanyakan kepada Alfian terkait skenario yang terjadi apabila PT OTM berhenti beroperasi di Indonesia.

“Tentunya akan terganggu ya, karena kapasitasnya 288 ribu kiloliter dan itu cukup besar. Dan Pertamina kan sudah menskenariokan dalam program optimasi hilirnya untuk memasukkan impor dan sebagainya ke situ,” katanya di ruang sidang, Senin, 20/10/2025, malam.

Ia menambahkan, jika PT OTM berhenti beroperasi, maka akan berdampak pada distribusi BBM di beberapa daerah dan juga pembengkakan biaya karena harus ‘mengcover’ tanki PT OTM.

Kerry lantas menanyakan berapa tambahan biaya yang harus dikeluarkan Pertamina jika PT OTM berhenti berproduksi.

Alfian lantas mengutip riset dari Surveyor Indonesia yang telah membuat simulasi apabila PT OTM berhenti berproduksi. Menurutnya, Pertamina berisiko untuk menambah sebanyak 5 kapal dengan nominal yang signifikan.

“Surveyor Indonesia hanya menghitung dampak dari sisi penambahan kapal kalau itu stop operasi itu sekitar Rp150 miliar per tahun,” katanya.

Sebelumnya, JPU Kejagung mendakwa Muhammad Kerry Adrianto Riza bersama para terdakwa lainnya telah menyebabkan kerugian keuangan negara yang ditaksir mencapai Rp 285,1 triliun.

Dalam surat dakwaan, jaksa memerinci sejumlah perbuatan yang dinilai merugikan negara, salah satunya terkait kerja sama penyewaan terminal bahan bakar minyak (BBM) Merak antara perusahaan terafiliasi dengan Kerry, yakni PT Jenggala Maritim dan Komisaris PT Jenggala Maritim serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo.

Jaksa menyebut bahwa ketiga perusahan tersebut meneken kerja sama penyewaan terminal BBM Merak dengan PT Pertamina Patra Niaga. Padahal, saat itu Pertamina belum membutuhkan terminal BBM tambahan.

Jaksa mengungkap, nilai kerugian dari kerja sama penyewaan tersebut mencapai Rp2,9 triliun. Selain itu, aset terminal BBM Merak justru tercatat sebagai milik PT OTM, bukan menjadi aset Pertamina.

Tak hanya itu, jaksa juga menyoroti kerugian negara dari ekspor dan impor minyak mentah yang dilakukan dengan prosedur bermasalah. Nilai kerugian akibat ekspor minyak mentah diperkirakan mencapai US$1.819.086.068,47, sementara dari impor minyak mentah sekitar US$570.267.741,36.

Lebih lanjut, jaksa menyebut adanya kerugian perekonomian negara senilai Rp171.997.835.294.293,00 triliun akibat harga pengadaan BBM yang terlalu tinggi sehingga menimbulkan beban ekonomi tambahan. Selain itu, terdapat keuntungan ilegal sebesar US$2.617.683.34 yang berasal dari selisih harga antara impor BBM melebihi kuota dan pembelian BBM dari dalam negeri.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi