Jumat, 10 Oktober 2025
Menu

Riva Siahaan Jual Solar Non Subsidi di Bawah Harga Dasar, Rugikan Negara Rp25 Triliun

Redaksi
Sidang perdana 4 terdakwa kasus korupsi bbm pertamina di PN Jakpus, Kamis, 9/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Sidang perdana 4 terdakwa kasus korupsi bbm pertamina di PN Jakpus, Kamis, 9/10/2025 | Syahrul Baihaqi/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa mantan Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga (PPN) periode Oktober 2021 hingga Juni 2023 Riva Siahaan karena diduga melakukan penyimpangan dalam penjualan solar non subsidi kepada sejumlah konsumen industri dan pihak swasta yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp25 triliun.

Hal itu diungkapkan oleh jaksa saat membacakan surat dakwaan terhadap bekas Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023 di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 9/10/2025.

Dalam surat dakwaan, JPU menyebut Riva Siahaan menyetujui usulan harga jual bahan bakar minyak (BBM) jenis solar atau biosolar tanpa mempertimbangkan nilai jual terendah (bottom price) serta tingkat profitabilitas yang telah diatur dalam Pedoman Pengelolaan Pemasaran BBM Industri dan Marine PT PPN No. A02-001/PNC200000/2022-S9.

“Terdakwa menyetujui usulan harga jual BBM Solar/Biosolar kepada konsumen industri yang tidak mempertimbangkan Bottom Price dan tingkat profitabilitas,” kata Jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, 9/10.

Selain itu, jaksa mengungkapkan bahwa Riva juga menandatangani sejumlah kontrak perjanjian jual beli solar/biosolar kepada pihak swasta dengan harga di bawah batas bawah (bottom price).

Akibatnya, Pertamina Patra Niaga menjual produk solar dan biosolar di bawah harga pokok penjualan (HPP), bahkan lebih rendah dari harga dasar solar bersubsidi, sehingga menimbulkan kerugian bagi perusahaan.

“Riva Siahaan menandatangani kontrak perjanjian jual beli solar/biosolar kepada pembeli swasta dengan harga jual di bawah harga jual terendah yang menyebabkan PT PPN menjual solar/biosolar lebih rendah dari harga jual terendah, bahkan di bawah (HPP) dan harga dasar solar bersubsidi, yang pada akhirnya memberikan kerugian PT PPN,” katanya.

Tak hanya itu, dalam kapasitasnya sebagai Direktur Pemasaran, Riva juga tidak menyusun dan menetapkan pedoman negosiasi harga sebagaimana diamanatkan dalam Surat Keputusan Direktur Utama No. Kpts-034/PNA000000/2022-S0 tanggal 10 Oktober 2022.

Adapun beberapa korporasi yang diduga diuntungkan dalam hal penjualan solar non subsidi, yang diduga telah memperkaya sejumlah korporasi di Indonesia di antaranya ialah PT Berau Coal Rp449.102.502.735; PT BUMA Rp264.141.903.743; PT Merah Putih Petroleum sebesar Rp256.232.755.374; dan PT Adaro Indonesia sebesar Rp168.511.640.506.

Selain itu ialah, PT Pama Persada Nusantara sebesar Rp958.380.337.983; PT Ganda Alam Makmur sebanyak Rp127.993.965.059; PT Indocement Tungal Prakarsa sebesar Rp42.516.537.300; PT Aneka Tambang sebanyak Rp16.794.508.270.

Ada pula PT Maritim Barito Perkasa sebesar Rp66.484.498.847; PT Vale Indonesia Rp62.140.873.123; PT Nusa Halmahera Minerals sebesar Rp14.058.741.054; dan PT Puranusa Ekapersada melalui PT Arara Abadi sebesar Rp118.676.348.

Terakhir ialah PT Indo Tambangraya Megah melalui sejumlah analis perusahaan yang terdiri dari PT Tambang Raya Usaha Tama sebesar Rp29.507.605.368; PT Bharinto Ekatama Rp11.753.230.820; PT Sinar Nirwana Sari Rp21.478.060.717; PT Trubaindo Coal Mining Rp10.704.527.795; dan PT Tunas Jaya Perkasa sebesar Rp12.357.021.893.

Dengan begitu, total kerugian negara akibat penjualan solar non subsidi di bawah harga dasar mencapai Rp25,4 triliun.

Adapun dalam kasus ini, bekas Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan didakwa merugikan keuangan negara sebanyak US$5,74 miliar dan Rp25,4 triliun.

Selain itu, ia juga didakwa merugikan perekonomian negara sebesar Rp171,997 triliun dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) pada periode 2018-2023.

Adapun kerugian tersebut merupakan bagian kerugian keuangan negara seluruhnya sebesar US$2.732.816.820,63 (miliar) dan Rp25.439.881.674.368,30 (triliun).

Jaksa Penutut Umum juga menyebut bahwa terdapat kerugian perekonomian negara sebesar Rp171.997.835.294.293,00 (triliun) dalam kasus ini. Angka tersebut merupakan perhitungan dari kemahalan dari harga pengadaan BBM yang berdampak pada beban ekonomi yang ditimbulkan dari harga tersebut dan illegal gain sebesar US$2,617,683,340.41 (miliar).

Dalam persidangan ini, jaksa juga mendakwa tiga orang lainnya yaitu Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga 2023-2025 Maya Kusmaya; VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga 2021-2023 Edward Corne; serta Sani Dinar Saifuddin (SDS) selaku eks Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.

Atas perbuatannya, jaksa mendakwa Riva dan tiga terdakwa lain melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*

Laporan oleh: Syahrul Baihaqi