Rabu, 08 Oktober 2025
Menu

Ahmad Luthfi Ungkap 2.700 Pelajar di Jateng Keracunan MBG

Redaksi
Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ahmad Luthfi, saat rapat koordinasi bersama Badan Gizi Nasional (BGN) mengenai MBG dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), di GOR Jatidiri, Kota Semarang, Senin, 6/10/2025. | Dok Humas Pemprov Jateng
Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ahmad Luthfi, saat rapat koordinasi bersama Badan Gizi Nasional (BGN) mengenai MBG dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), di GOR Jatidiri, Kota Semarang, Senin, 6/10/2025. | Dok Humas Pemprov Jateng
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Gubernur Jawa Tengah (Jateng), Ahmad Luthfi, mengungkapkan sebanyak 2.700 pelajar di Jateng mengalami keracunan program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Luthfi meminta kepada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk melakukan perbaikan.

“Dari 35 kabupaten sudah 15 kabupaten kemarin tidak baik-baik saja. Hampir 2.700 anak-anak kita yang menjadi sasaran, terkontaminasi, dan setelah hari ini tidak boleh ada lagi kejadian anak-anak kita yang menjadi sasaran MBG nanti terulang kembali ” ujar Luthfi di sela rapat konsolidasi dalam rangka pengawalan program MBG di Gor Jatidiri Semarang, Senin, 6/10/2025.

Luthfi menjelaskan bahwa kasus keracunan ini terjadi karena beberapa faktor. Seperti perut anak yang tidak cocok karena makanan baru, hingga kebersihan makanan dan peralatan di SPPG.

Sing biasane makan mi instan dikasih spaghetti ora cocok wetenge jadi penyakit. Ada lemah dari higienitas, sanitasi. Omprengnya tidak bersih jadi penyakit,” tuturnya.

Lalu, menurutnya, kasus keracunan tersebut juga terjadi karena Sumber Daya Manusia (SDM) di SPPG yang tidak profesional. Ia mencontohkan seperti tidak ada tenaga ahli khusus bagian mencicipi.

“Kemudian sumber daya manusia yang menjamah makanan, yang megang makanan itu kurang profesional. Karena buru-buru belum siap disimpan lama kelamaan jadi penyakit,” sambungnya.

Ia menegaskan agar seluruh kepala daerah mempunyai tanggung jawab moral untuk memastikan program MBG berjalan aman, higienis, dan berkelanjutan.

“Jangan ada kepala daerah yang apatis. SPPG yang sudah ada harus terbuka untuk dicek, minimal Bupatinya atau ibu-ibu PKK meninjau langsung. Harus ada keterbukaan dan koordinasi dengan Satgas MBG,” tegasnya.

Ia memastikan akan terus mengawal program MBG agar tetap berlanjut.

“(MBG) tidak boleh berhenti, karena program MBG ini wajib hukumnya yang harus dilaksanakan oleh pemerintah provinsi berikut jajaran wali kota bupati di 35 kabupaten kota,” pungkasnya.*