Kamis, 16 Oktober 2025
Menu

29 Terdakwa Kasus Narkoba di Jakarta Dituntut Pidana Mati

Redaksi
Ilustrasi Hukuman Mati | Ist
Ilustrasi Hukuman Mati | Ist
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Jakarta Dwi Antoro mengatakan, sebanyak 29 terdakwa kasus narkotika di Jakarta dituntut pidana mati dalam periode 2024-2025. Menurutnya, pidana mati tersebut dikenakan untuk memberi efek jera terhadap para pelaku.

“Bahwa tahun 2024 hingga 2025 cukup banyak perkara yang kita lakukan tuntutan pidana mati antara lain di beberapa Kejaksaan Negeri,” katanya kepada media di Polda Metro Jaya, Selasa, 30/9/2025.

Adapun rinciannya sepanjang tahun 2024, ada 19 terdakwa kasus narkoba di Kejari Jakarta Pusat, Kejari Jakarta Barat, dan Kejari Jakarta Utara yang dituntut pidana mati. Sementara, lanjut Dwi Antoro, pada rentang Januari hingga September 2025, terdapat 10 tersangka yang sudah dituntut mati oleh kejaksaan.

“Untuk tahun 2025, sampai dengan saat ini ada 10 perkara yang kita lakukan tuntutan mati, yaitu ada di Kejari Jakarta Selatan, Kejari Jakarta Pusat, dan Kejari Jakarta Utara,” ucapnya.

Hukuman mati untuk kasus narkotika di Indonesia diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terutama bagi pelaku yang berperan sebagai produsen, importir, atau pengedar narkoba dalam jumlah besar.

Beberapa pasal kunci dalam UU No. 35 Tahun 2009 yang mengancam hukuman mati bagi pelaku tindak pidana narkotika, antara lain:

  • Pasal 114: Mengatur hukuman mati atau penjara seumur hidup bagi bandar narkotika yang memiliki, menguasai, atau menyediakan narkotika dalam jumlah tertentu
  • Pasal 112: Mengancam hukuman berat, termasuk hukuman mati, bagi pelaku yang memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan I dalam jumlah besar
  • Pasal 132: Mengatur pidana yang lebih berat, termasuk hukuman mati, bagi tindak pidana narkotika yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih.

Penerapan hukuman mati bagi kasus narkotika masih terus dilakukan, meskipun kerap menjadi subjek perdebatan di Republik Indonesia.*

Laporan oleh: Ari Kurniansyah