MK Batalkan UU Tapera

FORUM KEADILAN – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) dinyatakan inkonstitusional. Mahkamah memberikan jangka waktu dua tahun kepada Pemerintah dan DPR untuk menata ulang sesuai dengan amanat UU Nomor 1 Tahun 2011.
Hal itu tertuang dalam Putusan Nomor 96/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) yang menguji konstitusionalitas kata ‘wajib’ untuk pekerja dan pekerja mandiri untuk menjadi peserta Tapera.
“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” kata Suhartoyo saat membacakan amar putusan di ruang sidang, Senin, 29/9/2025.
Mahkamah menyatakan bahwa UU Tapera tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyebut bahwa Pasal 7 ayat 1 UU Tapera yang merupakan ‘pasal jantung’ telah dinyatakan bertentangan, maka dalil Pemohon dalam Pasal 9 ayat 1 dan ayat 2, Pasal 16, Pasal 17 ayat 1, serta Pasal 72 ayat 1 UU 4/2016 yang merupakan turunan dari Pasal 7 ayat 1 UU 4/2016 harus pula dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
“Dengan demikian, oleh karena Pasal 7 ayat 1 UU 4/2016 adalah ‘pasal jantung’ yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 maka tidak ada keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan UU 4/2016 secara keseluruhan harus dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945,” kata Enny Nurbaningsih.
Meski begitu, Mahkamah memberikan jangka waktu dua tahun kepada pembentuk undang-undang untuk memperbaiki UU tersebut.
Dalam pertimbangannya Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyebut bahwa tenggang waktu tersebut dibutuhkan untuk menata ulang pengaturan mengenai pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan yang tidak menimbulkan beban yang memberatkan bagi pemberi kerja, pekerja, termasuk pekerja mandiri.
“Dalam hal ini, pembentuk undang-undang perlu memperhitungkan secara cermat ihwal pendanaan dan sistem pembiayaan perumahan dari pengaturan yang sifatnya mewajibkan menjadi pilihan bagi pemberi kerja, pekerja, termasuk pekerja mandiri sesuai dengan prinsip keadilan sosial, perlindungan kelompok rentan, serta kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan dan hak-hak konstitusional warga negara sebagaimana dijamin dalam UUD NRI Tahun 1945,” kata Enny.
Mahkamah berpandangan, tanpa adanya masa transisi justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum dan gangguan administratif dalam pengelolaan iuran maupun aset peserta, termasuk potensi risiko hukum terhadap entitas pelaksana seperti BP Tapera dan lembaga keuangan terkait.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi