Perpres Tetapkan IKN Jadi Ibu Kota Politik, Pramono Buka Suara
FORUM KEADILAN – Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menegaskan bahwa Jakarta masih berstatus sebagai ibu kota negara Indonesia, walaupun Presiden RI Prabowo Subianto telah menetapkan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan sebagai Ibu Kota Politik pada 2028.
Diketahui, IKN sebagai ibu kota politik ditetapkan dalam Perpres Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2025 yang diundangkan pada 30 Juni 2025.
“Dengan terminologi ibu kota politik, ini bisa bermacam-macam. Pasti Pak Gubernur Lemhannas juga bisa menjabarkan bahwa transformasi pemindahan pemerintahan ini pasti tidak dilakukan secara keseluruhan di tahun 2028,” ujar Pramono saat memberikan sambutan dalam kunjungan kelas Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) RI di Balai Agung, Balai Kota Jakarta, Rabu, 24/9/2025.
Berdasarkan Perpres tersebut, Pramono menilai pada 2028 kemungkinan besar lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif akan beroperasi di IKN yang berada di Kalimantan. Tetapi, ia mengatakan bahwa aktivitas bisnis dan sebagian besar administrasi pemerintahan masih akan berlangsung di Jakarta.
Oleh karena demikian, Pramono meminta agar jajaran Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta bersiap untuk perubahan itu.
Sesuai Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024, Jakarta ditetapkan tetap menjadi ibu kota sekaligus diarahkan menjadi kota global yang inklusif, dengan budaya Betawi sebagai identitas utamanya. Lalu, penguatan identitas Betawi akan diterapkan di wilayah Jakarta
“Nanti, billboard-nya, batas-batas kecamatannya, batas kotanya, akan kami beri dengan simbol-simbol Betawi karena ini memang undang-undang,” kata Pramono.
Walaupun demikian, dirinya memastikan penguatan budaya Betawi tidak akan mengurangi karakter multikultural Jakarta.
Pramono juga menegaskan pentingnya transformasi sosial untuk mengurangi kesenjangan ekonomi di Jakarta. Kendati, rasio saat ini sudah menurun, kesenjangan kaya-miskin masih terasa.
“Di Republik ini hampir semua orang kaya mencatatkan pajak dan sebagainya di Jakarta, tetapi persoalannya adalah warga yang tidak mampu, yang kurang beruntung, juga sebagian besar ada di Jakarta,” tuturnya.
Di samping itu, Jakarta juga didorong melakukan transformasi ekonomi.
Ia menilai birokrasi yang terlalu kaku harus diubah agar tidak hanya bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“APBD Jakarta di tahun 2025 ini besarnya kurang lebih Rp92 triliun. Tetapi saya tidak mau kita menggantungkan kepada APBD yang kelihatannya besar sekali. Bagaimana caranya? Maka harus mengubah behaviour, cara kerja,” pungkasnya.*
