Senin, 03 November 2025
Menu

Minta Tunjangan Rumah DPRD Dievaluasi, Tito: Jangan Salahkan Kepala Daerah Baru

Redaksi
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15/9/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15/9/2025 | Novia Suhari/Forum Keadilan
Bagikan:

FORUM KEADILAN – Sorotan publik terkait tingginya tunjangan rumah anggota DPRD kembali mencuat setelah diketahui bahwa di Jakarta angkanya mencapai Rp70 juta per bulan. Selain DKI Jakarta, sejumlah daerah lain seperti Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatra Utara juga disebut memiliki besaran tunjangan yang relatif tinggi.

Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan bahwa kebijakan tersebut bukan merupakan keputusan pemerintahan daerah yang baru menjabat, melainkan warisan dari pemerintahan sebelumnya.

“Ini kebijakan lama saat itu. Tolong jangan salahkan kepala daerah yang baru,” katanya, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 15/9/2025.

Ia menjelaskan, dasar pemberian tunjangan rumah DPRD diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2017. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa pemerintah daerah wajib menyediakan rumah negara bagi anggota DPRD dan pimpinan. Namun jika rumah negara belum tersedia, maka diberikanlah tunjangan perumahan yang besarannya ditetapkan melalui peraturan kepala daerah (perkada).

“Kadang-kadang kan tarik-menarik di situ, ada daerah yang menaikkan. Oke kita kasih tunjangan perumahan, tapi APBD jangan diganggu ya, seperti itu,” ujarnya.

Menghadapi situasi ini, Tito mengaku telah meminta kepala daerah, khususnya di wilayah Jawa, untuk berkoordinasi dengan DPRD sekaligus mendengarkan suara publik. Ia juga mendorong agar dilakukan evaluasi bila dirasa besaran tunjangan tersebut tidak sesuai dengan kondisi keuangan daerah maupun rasa keadilan masyarakat.

“Kalau masyarakat mayoritas setuju, terapkan. Kalau mayoritas enggak setuju, jangan dipaksakan itu masalah. Sambil lihat juga kondisi sosial ekonomi masyarakat. Itu harus dihitungkan,” pungkasnya.*

Laporan oleh: Novia Suhari