Akui Terima Suap Kasus Migor, Djuyamto Harap Tak Ada Lagi Hakim Terjerat Suap

FORUM KEADILAN – Salah satu terdakwa kasus suap vonis lepas ekspor crude palm oil (CPO) alias minyak goreng, Djuyamto mengakui telah menerima uang suap dalam kasus ini. Ia berharap agar tak ada lagi hakim yang terjerat kasus suap di kemudian hari.
Mulanya, Djuyamto mengajukan pertanyaan ke eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Rudi Suparmono terkait pertemuan dengan Agusrin Maryono yang terjadi sebelum pemanggillan anggota majelis. Setelahnya, ia tiba-tiba mengatakan bahwa para terdakwa telah mengakui menerima uang suap.
“Maksud saya begini Yang Mulia, kalau soal kami majelis menerima uang, sudah kami akui sejak di penyidikan. Kami mengaku bersalah,” katanya di dalam ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 10/9/2025.
Namun, Djuyamto mengatakan bahwa yang menjadi persoalan bukan hanya soal apakah para hakim bersalah atau tidak. Melainkan, sebagai pembelajaran agar para hakim tidak terjerat suap di masa mendatang.
Ia berharap bahwa para majelis hakim yang mengadili kasus ekspor CPO menjadi hakim terakhir yang terjaring kasus suap.
“Tapi setidak-tidaknya ini menjadi pelajaran bagi kita ke depan. Dan saya berharap, kamilah hakim yang terakhir di republik ini untuk menghadapi peristiwa ini,” katanya.
“Aamiin,” kata Ketua Majelis Effendi menimpali.
Ia menambahkan bahwa sidang yang tengah mengadili dirinya dan para hakim lain jangan hanya sekadar mencari siapa yang bersalah.
“Tapi juga prosesnya kenapa kami bisa melakukan ini,” katanya.
Dalam kasus ini, JPU Kejagung menyebut bahwa Arif bersama dengan tiga majelis hakim yang mengadili perkara tersebut yakni Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom beserta dengan Panitera Muda Perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan telah menerima gratifikasi berupa uang tunai dalam bentuk US$ sebanyak US$2,500,000 atau Rp32 miliar yang diberikan secara bertahap.
Adapun total yang didapatkan para terdakwa melalui suap vonis lepas ini ialah, Arif menerima sebanyak Rp15,7 miliar; Wahyu mendapat Rp2,4 miliar; Djuyamto mendapat Rp9,5 miliar; dan dua hakim anggota lain masing-masing mendapat total Rp6,2 miliar.
Jaksa menyebut bahwa uang sebanyak Rp40 miliar tersebut diterima dari kuasa hukum terdakwa Korporasi, yakni Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Sabih dan M Syafe’i yang mewakili kepentingan Wilmar Group, Permata Hijau Group dan Musim Mas Group.
Usai uang tersebut telah diterima, majelis hakim akhirnya memberikan vonis lepas terhadap tiga terdakwa Korporasi yang sebelumnya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp17.708.848.928.104 (Rp17,7 triliun) di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.
Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar denda dan uang pengganti yang berbeda-beda. PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp11.880.351.802.619 atau (Rp11,8 triliun), Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp937.558.181.691,26 atau (Rp937,5 miliar), dan Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp4.890.938.943.794,1 atau (Rp4,8 triliun).
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dengan Pasal 12 huruf c subsider Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12 huruf a subsider Pasal 12 huruf b atau Pasal 5 ayat 2 subsider Pasal 11 atau Pasal 12 huruf B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kemudian Pasal12 huruf c atau Pasal 6 ayat 2 atau Pasal 12B juncto Pasal 18 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.*
Laporan oleh: Syahrul Baihaqi